sebelas

1.6K 131 0
                                    


Tepat azan maghrib berkumandang aku tiba di rumah.

Usai shalat isya' barulah aku keluar kamar. Hendak makan malam membawa amplop coklat yang sudah ku terima sejak satu minggu yang lalu.

Mungkin ini waktunya aku membuka buku baru dengan menyimpan buku lama. Inilah waktunya kututup kisahku dan memulai kisah baru.

"Apa itu Za?" tanya abi melihat amplop coklat di sampingku.

Tak banyak bicara, aku menyerahkan amplop itu padanya. Abi seketika terkejut saat membacanya, membuat ummi penasaran.

"Kamu mendapat beasiswa S2 di Yaman nduk?" aku pun mengangguk lemah.

Ummi masih menatapku tak percaya.

"GAK BOLEH" seketika ummi menekankan suaranya.

Memang sejak dulu ummi tak pernah mengijinkanku jauh dari rumah.

Jangankan luar negeri, luar kota pun tak boleh. Aku hanya menunduk dengan abi yang berusaha menenangkan ummi.

"Nduk, jangan tinggalkan ummi disini, ini luar negeri nduk, dak dekat. Gimana kamu disana nantinya"

"Ummi, Zafir bukan anak kecil lagi, umur Zafir sudah 24, insyaallah Zafir bisa jaga diri"

"Bagaimana dengan biaya hidup kamu disana nduk? Abi sudah tua yang mau membiayai kamu, apalagi biaya hidup disana tak bakal murah. Kecuali jika kamu menikah, mungkin beda lagi" sahut ummi

"Insyaallah tabungan Zafir cukup mi. Juga Zafir memiliki sedikit pemasukan dari usaha Zafir" aku memang memiliki usaha kecil-kecilan yang di rintis oleh aku dan kedua sahabatku sejak empat tahun yang lalu. Alhamdulillah kini sudah ada dua cabang yang berdiri. Saat aku di Yaman kedua sahabatku yang mengelola dan aku membantu secara online.

"Menikahlah dulu nduk, terima lamaran nak Riza, abi yakin dia laki-laki yang baik. Insyaallah dia akan mengijinkanmu untuk melanjutkan pendidikan" ujar abi.

"Tapi seperti itu akan membuat Zafir lalai akan tugas menjadi seorang istri bi. Zafir masih ingin fokus pada pendidikan Zafir dulu"

"Lalu sampai kapan nduk kamu akan menutup hati seperti ini? Ikhlaskan Gus Arham, agar beliau tenang nduk"

"Gus Arham masih hidup bi, mi" ucapku dengan pair mata yang sudah lolos, membuat abi marah besar.

"ISTIGHFAR ZAFIR, SAMPAI KAPAN KAMU AKAN MENERIMA JIKA GUS ARHAM SUDAH MENINGGAL. SELAMA INI ABI DAN UMMI DIAM MENGERTI KEADAANMU, ASTAGHFIRULLAH ZAFIRA" membuat abi menghembuskan nafas dengan gusar.

"Za.. Za.. Fir ga bohong bi, mi. Gus Arham selamat dari kebakaran itu, tapi beliau buta akibat kebakaran itu. Sebelum pulang, Zafir mengunjungi ndalem, beliau ada disana, bahkan menceritakan semuanya. Namun, beliau tak mau kembali dengan Zafir" jelasku membuat abi dan ummi terkejut.

"Bi, Mi, Zafir mohon izinkan Zafir pergi ke Yaman, bukankah abi yang dulu menjelaskan bahwa carilah ilmu sampai ke negeri china? Zafir juga ingin melupakan semua masalah disini, Zafir ingin menjahit luka Zafir disana. Zafir mohon bi, mi" masih tak ada jawaban dari abi dan ummi.

"Zafir janji, akan mencoba untuk membuka hati Zafir untuk seorang laki-laki, tapi beri waktu Zafir untuk menyelesaikan pendidikan Zafir. Zafir akan terima siapapun laki-laki yang menurut abi dan ummi baik untuk Zafir. Zafir janji akan langsung pulang setelah pendidikan Zafir selesai" ucapku membuat abi dan ummi bangkit dari meja makan dan menghampiriku lalu memelukku.

"Berangkatlah nduk, mungkin ini memang jalanmu, Abi dan ummi ikhlas, selesai kan pendidikan mu lepas itu pulanglah. Abi dan ummi hanya mampu mendukungmu dengan doa. Semoga ini yang terbaik untukmu" ucap abi membuatku semakin menangis tak percaya.

"Terima kasih abi ummi"

Addawaul Qalbi [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang