empat puluh

1.4K 108 0
                                    


Malam sudah tiba. Pondok pesantren al-fatah ini sudah ramai sejak ba'da Maghrib tadi.

Para keluarga jamaah umroh sangat antusias mengantarkan keluarganya. Hilir-mudik mobil dan motor sejak tadi tak henti masuk area pesantren.

Lapangan pesantren juga terlihat sudah penuh dengan kendaraan. Bus untuk membawa para jamaah ke bandara Djuanda sudah terparkir rapi. Sekitar ada dua bus untuk perjalanan kali ini.

Di halaman ndalem ada tenda khusus untuk para jamaah dan satu perwakilan keluarga untuk membawakan barang-barang ke dalam bus.

Untuk keluarga yang lainnya hanya boleh mengantar masuk ke dalam pesantren, tak sampai pada tenda khusus. Kini semua jamaah sudah bersiap untuk keberangkatan kami.

Kali ini Abah memberikan sedikit wejangan untuk para jamaah dan yang lainnya tak lupa juga di akhiri dengan doa kemudian azan pengiring jamaah yang membawa haru.

Sebagaimana dijelaskan dalam kitab I’anatut Thalibin, juz 1, hal. 23 berikut ini: "Kalimat 'menjelang bepergian bagi musafir' maksudnya dalah disunnahkan adzan dan iqamah bagi seseorang yang hendak bepergian berdasar hadits shahih. Abu Ya’la dalam Musnad-nya dan Ibnu Abi Syaibah mengatakan: Sebaiknya tempat adzan yang dimaksud itu dikerjakan selama bepergian asal tidak bertujuan maksiat."

Juga dijelaskan dalam Shahih Ibnu Hibban, juz II, hal 36: "Riwayat Abu Bakar dan Ar-Rudbari dari Ibnu Dasah, ia berkata: Ibnu Mahzum menceritakan kepadaku dari Ali dari Aisyah, ia mengatakan: Jika seorang mau pergi haji atau bepergian, ia pamit kepada Rasulullah, Rasul pun mengadzani dan mengomati. Hadits ini menurut Ibnu Sunni mutawatir maknawi. Juga diriwayatkan oleh Abu Dawud, al-Qarafi, dan al-Baihaqi."

Tangis haru para jamaah dan keluarga pun tak mampu dibendung.

Ingat sekali perkataan ummi ku dulu saat mengantar saudara berangkat haji atau umrah.

Ketika itu aku bertanya mengapa semua orang menangis ketika saat azan berkumandang, lalu ummi menjawab "Itu adalah tangis senang dan sedih. Kenapa senang? Itu karena sebentar lagi para jamaah akan berkunjung ke rumah Allah. Yang pastinya perjuangan untuk menabung itu sangat sulit. Lalu kenapa sedih? Itu karena merasa berat meninggalkan keluarga juga takut Allah tak menakdirkannya kembali pada keluarganya. Makanya kita doa semoga para jamaah diberikan kesehatan selama beribadah hingga kembali dengan selamat dan membawa gelar Hajjah dan haji yang mabrur Aamiin".

Air mata sudah deras mengalir sejak tadi. Gus Mafiq masih setia merangkul ku sembari menenangkan.

Sedih rasanya Abi dan ummi tak mengantarku kali ini. Walaupun dulu saat aku hendak ke Yaman ummi dan Abi hanya mengantarku sampai halaman rumah, keberangkatan kali ini sangat terasa berbeda dengan keberangkatan ku ke Yaman dulu.

Usai pamitan kepada Abah dan ummah aku dan Gus Mafiq memimpin para jamaah untuk masuk ke bus masing-masing.

Gus Mafiq masih setia di samping ku. Bahkan dengan sengaja tempat duduk kami bersebelahan. Lantunan syukur dan shalawat tak henti menghiasi perjalanan kami.

Bismillahirrahmanirrahim semoga Allah meridhoi perjalanan kami. Akhirnya perlahan bus ini berjalan dengan kecepatan sedang melewati para keluarga jamaah keluar dari halaman pesantren.

***

Sebelum penerbangan para jamaah berhenti di salah satu penginapan di dekat bandara.

Tak bermalam memang, namun fasilitas dari rombongan ini sengaja untuk menyewa penginapan dalam beberapa jama saja. Agar para jamaah nyaman beristirahat sebelum penerbangan yang akan menghabiskan waktu berjam-jam.

Untuk kali ini jamaah laki-laki dan perempuan di pisah. Membuat Gus Mafiq sedikit cemberut tadi.

Ingin ku tertawa melihat ekspresinya. Namun tak lepas dari itu, Gus Mafiq menitipkan ku pada Ning Alika, takut hilang katanya.

Dasar! Dikira aku masih kecilkah sampai dititipkan segala.

Oiya Ning Alika ini anak dari adik ummah. Mereka seumuran, hanya berbeda beberapa bulan saja. Ning Alika ini juga saudara sepersusuannya Gus Mafiq. Jadi menyesal kemarin sempat bersuudzan padanya.

"YaAllah... Pengen ngakak kalau liat Arham tadi" ucapnya yang masih tak lepas dari tertawanya.

"Sampean sudah tertawa sejak dari luar hingga disini mbak" ucapku tersenyum.

"Ekspresinya itu lucu banget" ucapnya sambil tiduran di kasur. Setiap kamar di isi untuk dua jamaah. Setiap kamar berisi satu kasur dan satu kamar mandi.

"Bucinnya dari dulu ga pernah berkurang emang"

"Sampean tahu?" Ucapku antusias menghampirinya.

"Emang dia ga cerita Za?"

"Cerita sih mbak.. cuma sampean tahu kan Gus Arham seperti itu... Ya mana mungkin mau cerita detail"

"Emang tuh anak lempeng dari kecil" ucapnya membuat ku tertawa ringan.

"Mbak apa sebelumnya kita pernah berjumpa?" Ucapku yang sejak tadi ingin ku utarakan.

Ning Alika kembali tertawa mendengar pertanyaanku.

"Wahh emang ga detail banget dia cerita... Jangan-jangan kamu juga baru tau kalo aku saudara sepersusuannya?"

"Iya, tau kemarin sore"

"Pantas saja kemarin ekspresimu kurang bersahabat"

"Heheh maaf mbak.. emang keliatan ya?"

"Keliatan banget za.. mata kamu kalo natap itu tajam"

"Hehe maaf mbak.. kok keluar topik sih?"

"Ciee yang kepo.."

"Ayolah mbak"

"Iya iya.. kita emang pernah ketemu, malah dulu sering ketemu"

"Dimana mbak?"

"Di Yaman"

"Hah?" Ucapku terkejut.

"Kamu inget Afiq dan Hida?"

"Hah?" Ucapku tak percaya.

Ning Alika mengangguk pelan.

"Jadi pasangan suami istri yang berasal dari Malaysia itu sampean dan Gus Arham?" Dia tersenyum.

"Sampean dan Gus Mafiq sengaja bohong sama Zafira ya?"

"Siapa yang bohong za? Kami ga berbohong sama sekali waktu itu"

"Tapi..."

"Ok akan aku jelasin. Dari nama ya... Afiq itu dari Arham Mafiq. Terus Hida itu dari namaku, Alika Syahida. Kami ga pernah bilang Lo kalo kamu suami istri ketika itu"

"Emang sih mbak.... Tapi sikap kalian sudah seperti suami istri"

"Hehe kalau itu sengaja emang"

"Heh mbak nakal" ucapku kesal.

"Lahh cemburu dia"

"Ga cemburu sih mbak cuma kesel aja"

"Sama aja Za.."

"Udah balik ke topik. Terus mbak sama Gus Mafiq ngapain ke Yaman?" Ucapku memotong Ning Alika.

"Jadi, Arham dapat tugas dari pondoknya buat mengecek PPI di sana. Pondoknya Arham mau mengirimkan siswanya ke sana. Jadi sebelum itu dia ditugaskan untuk memastikan keadaan disana. Juga seperti menjalin kerjasama juga untuk memudahkan jalur masuk kesana. Awalnya Arham berat buat kesana, soalnya ada kamu"

"Kok saya?"

"Takut kamu malah ga move on dari adiknya Arham" aku menunduk mendengar jawaban Ning Alika.

"Ehh maaf Za.. ga bermaksud.."

"Gapapa mbak itu masa lalu. Lanjutkan ceritanya" aku tersenyum tulus.

"Emm jadi Almarhumah ummi Ariana menyarankan untuk mengajakku. Ketika itu aku mau penelitian disertasi dan harus berpindah objek gara-gara si Arham. Aku memang kuliah di Malaysia, jadi bahasa Malaysia aku lancar. Ga berbohong kan kita?"

"Heheh iya mbak"

"Yaudah kamu mandi dulu, setelah itu aku"

Addawaul Qalbi [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang