dua puluh dua

1.3K 111 0
                                    

Setelah tiga hari di rumah sakit akhirnya aku diperbolehkan pulang. Hanya saja menunggu infus itu habis.

Ummi merapikan seluruh barang-barang ku. Sedangkan Gus Arham sedang mengurusi administrasi.

"Mi, Zafir pulang ke rumah ummi ya" pintaku pada ummi sejak kemarin.

Namun ummi masih kekeh menolak. Ummi masih tak menghiraukan permintaan ku.

Tak lama akhirnya Gus Arham datang bersama dokter.

"Alhamdulillah ibu sudah bisa pulang. Jaga kesehatan selalu ya Bu" ucap dokter itu setelah melepas selang infus di tanganku.

Aku pun duduk dan hendak turun dari brankar tiba-tiba Gus Arham menggendong ku.

"Turunin Gus, saya bisa sendiri"

"Mau saya gendong sampek mobil?" Ucapnya membuat ku melotot padanya.

Namun akhirnya ia menurunkan ku pada sebuah kursi roda.

***

Di mobil kami hanya bertiga, aku dan Ummi duduk di belakang. Sebenarnya ummi melarang ku, namun aku beralasan masih agak pusing dan ingin senderan ke ummi. Akhirnya ummi pun mengijinkan.

"Loh Gus, kok ke arah rumah ummi? Gapapa sudah pulang ke pesantren, biar nanti ummi dijemput sama Mirza" ucap ummi ketika menyadari arah jalan pulang.

"Kersane pun ummi, biar Ning pulang ke rumah ummi dulu. Soalnya kalau pulang ke pesantren takutnya malah mboten istirahat"

"Halah Gus, Zafir Iki rausah di lem cek ga tambah manja. Nek sek panggah manja piye pas duwe momongan mben" Gus Arham hanya tertawa kecil mendengar tuturan ummi.

"Oh jadi Zafir Uda ga boleh pulang ke rumah lagi? Zafir bukan anak ummi lagi?" Jawabku sekenanya.

"Iki bocah kok e mentel men" ucap ummi sambil mencubit pipiku.

"Sakit mi" rengek ku menggosok pipi.

Gus Arham hanya tersenyum melihat ku dari kaca spion.

***

Sampai di rumah aku di sambut oleh dua keponakan ku.

"Ammah...." Teriak mereka sembari memelukku yang di papah oleh Gus Arham.

"Ayo masuk dulu kasian ammah nya" ucap mbak Wardah.

"Gimana dek? Uda enakan?" Tanya mbak ipar ku sembari membenarkan posisi ku.

"Alhamdulillah mbak, cuma tinggal pusing dikit"

"Mbak tinggal dulu ya, mau bikin teh buat suami mu" aku pun hanya mengangguk.

Kedua keponakan ku sudah hilang entah kemana. Dasar mereka jadi anak aktif banget.

Sejak sampai rumah, Gus Arham berbincang dengan mas Mirza. Sebelum akhirnya langkah kakinya menuju kamar ku.

Enggan berbicara dengannya, aku pun memejamkan mata, seolah tidur. Entah apa yang ia lakukan saat ini.

Cup!

Tiba-tiba dia mencium keningku "Maafkan saya Ning, semoga cepet sembuh" ucapnya kemudian menutup pintu kamar ku.

Tak lama suara mobilnya keluar dari pekarangan rumah, setelah ia pamit pada ummi dan mas Mirza.

Aku membuka mata, melihat ada kertas di atas meja.

Saya pamit pulang Ning, insyaallah tiga hari lagi sampean saya jemput. Tenangkan pikiran sampean. Saya beri waktu sampean meminta petunjuk Allah, saya harap sampean mau menerima semua penjelasan saya. Tunggu tiga hari lagi, saya akan jelaskan semuanya. Juga sampai kapan pun saya ga akan berpisah dengan sampean hingga maut memisahkan kita. Maaf Ning jika saya belum mampu membuat sampean bahagia. Ana uhibbuki ya zaujati<3

Air mata ku menetes membacanya. Aku pun merasa berat untuk berpisah dengan mu Gus, tapi maaf, Zafir masih belum bisa menerima keadaan ini.

Siapa jenengan sebenarnya?

***
 

Maaf ya part ini dikit, soalnya author beberapa hari ini ga Nemu ide:(
Doain ya biar istiqamah update nya❤️
Selamat membaca 😘

Addawaul Qalbi [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang