empat puluh dua

1.3K 102 0
                                    


Aku baru ingat, hari ini aku belum mengabari ummi dan Abi. Aku hanya memberi tahu mereka saat di bandara kemarin.

Aku pun memutuskan untuk menelfon dan sedikit berbincang-bincang. Aku tak memberi tahu ummi jika aku sedang kurang enak badan disini. Aku takut ummi khawatir mengenai keadaan ku.

Setelah cukup lama kami bertukar kabar, bahkan mendengarkan ocehan kedua ponakan kecilku aku pun menutup telponnya.

"Nih makan siangnya" ucap Ning Alika membawakanku sepiring nasi lengkap dengan lauk-pauk.

"Repot-repot mbak, padahal saya bisa ngambil makanan di luar"

"Sudah di makan saja"

"Mbak sudah makan?"

"Sudah"

"Saya makan dulu ya mbak, terimakasih sudah membawakan makanan. Mbak mau makan juga?"

"Kamu aja sendiri, aku sudah"

"Mbak boleh nanya?"

"Boleh"

"Tadi gimana aku bisa pingsan?"

"Tadi pas aku ajak pulang kamu kan ga mau ya. Tiba-tiba kamu berdiri terus jalan meninggalkan aku. Aku kesel sama kamu, ku panggil sama sekali tak menghiraukan... Saat tiba di pintu keluar kamu berhenti terus aku pegang eh kamu tiba-tiba lemes terus ga sadarkan diri. Beruntung ada salah satu jamaah yang mau memanggilkan Arham. Akhirnya kamu dibawa ke sini sama dia. Sampai disini kamu tetep ga sadar, tubuh kamu sangat panas. Arham juga sempat mendatangkan dokter kemari, tapi alhamdulillah kata dokter kamu baik-baik saja"

"Terus mbak?"

"Uda sih gitu aja. Oiya kamu pas pingsan manggil-manggil nama Arham" tubuhku mematung seketika.

Pantas saja Gus Mafiq mendiamkan ku sejak tadi. Mungkin ini alasannya.
Aku mencoba menghubungi Gus Mafiq sebelum berangkat shalat asar. Namun tak di jawab olehnya.

Aku kembali shalat asar sendiri di kamar hotel. Ning Alika juga berpesan bahwa ia tak akan kembali ke hotel hingga ba'da isya'.

Aku merasa sedih, ketika Allah memberi ku kesempatan untuk menginjakkan kaki di kota nabi ini, namun aku tak mampu beribadah semaksimal mungkin. Semoga setelah ini Allah memberiku kesehatan hingga kembali ke tanah air.

***

Ning Alika mengabari bahwa ia sudah ada di kafe hotel untuk makan malam. Aku memutuskan untuk menyusulnya.

"Ning?" Panggil Gus Mafiq saat melihat ku menutup pintu kamar.

Aku berlari kecil menuju arahnya. Seketika aku memeluk tubuh bidangnya.

"Sampean kenapa?" Tanyanya mengusap kepala ku.

"Maaf Gus, jika Zafir ketika tidak sadar tadi memanggil Gus Arham" ucapku pelan.

Gus Mafiq masih diam tak menanggapi.

"Tadi Gus Arham menemui Zafir hanya berpamitan dan minta maaf" jelasku.

"Sudah Ning, tidak usah dibahas. Maaf jika tadi saya mendiamkan sampean" ucapnya mengecup puncak kepala ku.

Akhirnya aku dan Gus Mafiq makan malam di kafe hotel. Aku tak bersama dengan Ning Alika, dia terlihat sangat akrab dengan jamaah yang lain. Mungkin untuk selanjutnya aku juga akan berbaur dengan mereka.

Usai makan malam, semua jamaah diperkenankan untuk beristirahat. Besok pagi akan ada beberapa kunjungan juga besok malam kita akan meninggalkan kota ini.

***

Satu bulan lebih dari kepulangan ku dan Gus Mafiq umroh. Usai melaksanakan umroh, kami tak langsung pulang bersama para jamaah.

Addawaul Qalbi [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang