dua puluh tujuh

1.3K 112 0
                                    

Alhamdulillah bisa update lagi
Doakan author ya update nya istiqamah
Maaf kalo sering gantung ceritanya
Oiya pengen ngasih tau untuk beberapa part kedepan insyaallah akan menjawab semua pertanyaan kalian
Mohon bacanya lebih teliti kalo ga pengen bingung😁 soalnya untuk percakapan akan berkurang
Di part ini dan beberapa part selanjutnya akan menjadi part khusus Gus Arham Mafiq POV, tapi dalam bentuk bercerita
Happy reading ♥️





***
Malam ini mungkin akan terasa lebih panjang, Gus Arham kini memulai ceritanya.

"Kami terlahir kembar.

Namun dengan keikhlasannya, ummi Ariana merelakan saya untuk di rawat oleh ummah Khalila.

Oleh karena itu, tak banyak orang yang mengetahui bahwa kami kembar. Hanya keluarga terdekat saja.

Panggilan kami sama, kami sama-sama di panggil Arham.

Namun jika kami sedang bersama, ummi, Abah, dan ummah memanggil nama akhir kami.

Saat umur kami satu bulan, saya dibawa ke Madura oleh ummah dan Abah.

Meskipun kami dibesarkan di kota yang berbeda, ikatan batin kami sangatlah kuat.

Kami sering sakit bersamaan membuat Abah bingung.

Madura dan Jawa terbentang selat, membuat Abah semakin sulit.

Terlebih 30 tahun lalu masih belum ada jembatan Suramadu.

Kami terus tumbuh dan berkembang ditempat yang berbeda. Namun hal itu tak menghalangi kedekatan kami.

Saat libur sekolah kami selalu menghabiskan waktu bersama.

Di umur kami yang ke empat tahun, ummi melahirkan Ilham.

Saya tak terlalu dekat dengannya, berbeda dengan Malik yang sangat dekat dengan Ilham.

Mungkin itu karena mereka dibesarkan bersama.

Dua tahun kemudian lahir Alifia.

Dengan ikhlas kembali, ummi merelakan Alifia dirawat oleh ummah.

Kami pun tumbuh besar dengan cepat.

Saya SMA hanya dua tahun. Lulus SMA saya tak langsung kuliah, melainkan mempersiapkan diri untuk masuk Al Azhar selama satu tahun.

Abah menggembleng saya disini. Sedangkan Malik sedang di pondok waktu itu.

Hingga suatu hari saya menghadiri sebuah seminar keagamaan. Terdapat satu gadis yang membuat saya tertarik.

Saya tak tahu apa yang menarik darinya. Tapi dia mampu mengalihkan fokus saya.

Saya hanya mampu beristighfar atas perilaku saya. Bahkan hingga beberapa hari pun tetap sama.

Wanita itu berhasil mengganggu pikiran saya. Akhirnya saya minta petunjuk Allah.

Tepat satu hari setelah saya minta petunjuk-Nya, Allah mempertemukan kami kembali.

Tak ada kontak apapun dengannya, saya hanya memandang dari jauh. Tapi saya bersyukur dari pertemuan tersebut, saya mengetahui nama dan alamatnya.

Saya menceritakan apa yang saya rasakan pada Abah.

Namun nasehat Abah ketika itu,

"Jika kamu benar-benar siap Abah siap mengantar kamu menemui orang tuanya. Tapi lebih baik jika kamu menyelesaikan studi mu terlebih dulu".

"Saya akan menemui orang tuanya bah, tapi masih tidak untuk melamarnya. Saya hanya meminta izin karena telah lancang menyukai putri mereka. Insyaallah setelah saya lulus strata satu, saya akan melamarnya" keputusan tersebut disetujui oleh Abah.

Awalnya Abah ingin menemani saya untuk menemui orang tuanya, namun saya tak mau.

Saya takut orang tuanya menerima saya karena status orang tua saya adalah kiyai.

Jadilah saya menemui sang ayah sendiri. Sungguh diluar dugaan, sang ayah begitu welcome dengan kehadiran saya.

Saya juga bilang pada sang ayah kalau saya masih akan menyelesaikan studi saya.

Pesan sang ayah ketika itu

"Kau laki-laki baik. Insyaallah kau sangat pantas bersanding dengan anak saya. Malah saya yang ragu apakah anak saya pantas bersanding denganmu. Rezeki, maut, dan jodoh sudah ada ketentuannya. Bagaimanapun prosesnya kalau takdirnya akan bersatu kalian pasti bersatu. Karena suatu jalan tak selamanya lurus. Terkadang kita akan akan menemukan satu dua pertigaan atau perempatan. Saat kita dipertemukan dengan pertigaan, mau tidak mau kita harus memilih salah satunya. Terkadang saat menyadari jalan yang kita pilih salah, kita harus rela kembali ke titik awal dan melanjutkan dengan jalan yang berbeda. Saya hanya berharap kamu mampu melewati cobaan yang akan terjadi kedepannya. Saya hanyalah orang tuanya yang mampu menjalani alur takdir dari-Nya"

saya sedikit bingung dengan apa yang diucapkan itu.

Namun sejak itu tekad saya benar-benar bulat untuk bertahan. Saya menyerahkan sepenuhnya kepada Allah.

Hingga suatu hari cobaan itu tiba. Tepat saat saya proses menyelesaikan skripsi saya.

Saya sangat semangat dalam menyelesaikannya, ingin cepat-cepat lulus kemudian kembali ke Indonesia dan melamar gadis itu.

Pada waktu itu juga saya mendapat kabar bahwa Malik juga bertunangan. Saya semakin tak sabar untuk menyelesaikannya.

Kembaran saya saja sudah bertunangan, masa saya tidak. Saya kembali ke Indonesia dengan penuh kegembiraan.

Baru dua hari saya ada di Indonesia, saya langsung menemui orang tuanya.

Ketika sudah sampai di rumah yang empat tahun lalu saya kunjungi itu, sang ayah kaget melihat saya. Ada sedikit raut kebingungan disana, sebelum akhirnya beliau tersenyum dan mempersilahkan masuk.

"Kapan pulang dari Mesir?" Tanyanya memulai pembicaraan.

"Baru dua hari yang lalu Bi"

Entah kebetulan atau bagaimana, dua kali saya mengunjungi rumahnya, gadis itu selalu tak ada disana.

"Apa kamu ingat pesan saya empat tahun yang lalu?"

"Insyaallah saya masih ingat"

"Saya tak tahu ini berita baik atau buruk bagimu. Tapi mau tidak mau saya harus menyampaikannya. Sebelum itu saya akan bertanya satu hal. Apakah empat tahun lalu kau melamar anak saya?" Saya mengingat kembali empat tahun lalu

"Ti... ti..dak Bi. Ketika itu, saya hanyalah mengakui perasaan saya dan meminta izin untuk mencintai putri Abi".

Ya, ketika itu saya tak berani untuk melamarnya, terlebih tak ada modal untuk menjadi jaminan saya.

"Baiklah nak, maaf dengan sangat saya harus menyampaikan semua ini. Anak saya sudah menjadi istri orang lain"

***

Addawaul Qalbi [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang