Herim menghela nafas menatap bangunan tinggi nan megah dari balik pagarnya. Menimbang ragu untuk masuk kesana, tapi akhirnya ia tetap melangkahkan kakinya masuk kesana.
"Eoh? Non Herim selamat datang" Salah satu pelayan menyapa di ambang pintu utama yang ia masuki. Sepi hanya terdengar suara dentingan dari arah dapur.
"Apa Eomma dan Appa di rumah bibi Han?" Wanita yang di panggilnya Bibi Han itu mengangguk.
"Hanya ada Nyonya. Tuan tadi sudah berangkat ke kantor dengan Tuan mark" Herim mengangguk sekilas lalu kakinya berjalan mendekat ke arah dapur.
"Eomma? Sedang apa?" Wanita yang tengah berkutat dengan oven itu menoleh setelah mendengar suara yang familiar dan setelah menangkap sosok Herim si wanita itu berlari kecil dan membawa Herim kepelukannya.
"Yaampun! Kau kemari? Akhirnya kau datang kemari juga.. Eomma sangat merindukanmu"
Herim tak menjawab ia hanya diam menerima pelukan hangat ibu tirinya. Sebenarnya ia sendiri sangat merindukan pelukan ini tapi karena sesuatu ia tak ingin berada lama disini.
"Aku juga merindukan mu.. Bagaimana keadaan Eomma? Apa semuanya baik-baik saja?" Wanita itu tersenyum lalu menyuruh si gadis duduk di meja makan bersamanya.
"Semuanya baik.. Kenapa kau baru mampir sekarang? Adikmu selalu mencari mu kau tau?"
"Maafkan aku Eomma pekerjaan di cafe tak bisa aku tinggal"
"Tidak perlu minta maaf. Aku paham sayang. Kenapa tidak kau terima saja tawaran Appa untuk menikah dengan anak dari rekan bisnisnya? Heum? Bukankah umurmu sudah siap?"
Inilah masalah yang ia hindari baik dari mulut sang ayah ataupun dari mulut sang ibu tiri. Sudah beberapa bulan bahkan tahun baik sang ayah maupun ibu tirinya itu akan terus membujuknya menikah.
Salah satu alasan hubungannya dengan sang ayah tak baik adalah karena ini bahkan sampai sang ayah tak mau mengakuinya sebagai anak jika saja saat itu ibu tirinya tak datang sebagai penengah di antara kami.
"Eomma~ aku tidak ingin membahas itu lagi.. Tolong mengertilah" Wanita di depannya menghela nafas lalu kemudian mengangguk.
"Baiklah.. Lupakan hal itu, sekarang pikirkan bagaimana membuat uri Herimie kenyang dirumah eoh? Lihatlah tubuhmu sekarang semakin kurus" Wanita itu menilai tubuhnya dengan tangan yang tak berhenti mengelus pipinya.
"Eomma.. Aku rindu masakanmu, masaklah apapun akan aku habiskan kali ini"
Wanita itu terkekeh lalu bangkit dari duduknya dan kembali memasak disusul di gadis yang ikut di sampingnya.
"--eomma sedang ingin membuat kue? Tumben sekali? Apa ada acara"
"Tidak ada hanya ingin. Jika bosan eomma akan buat kue setelah kau memilih tinggal di apartement eomma kesepian jika Mark dan Jeno kesekolah jadi iseng-iseng eomma memasak kue. Kau ingin membantu?"
Herim mengangguk semangat dan kini mulai mengikat rambutnya. Ia benar-benar rindu melakukan hal seperti ini bersama sang ibu. Walau bukan ibu kandungnya Herim terbilang sayang bahkan jika orang melihatnya mereka bukanlah anak dan ibu tiri kebanyakan.
"Aku pulang!" Asik berkutat dengan adonan suara pekikan membuat Herim mengangkat kepalanya.
Lalu dibalik dinding pembatas antara meja makan dan dapur tak lama munculah sang ayah dengan ekspresi yang tak dapat diartikan.
"Eoh? Kau sudah pulang? Sudah jam istirhat ya?" Bukannya menjawab rentetan pertanyaan sang istri. Mata Jaehyun kini terpengarah pada sosok putri pertamanya.
"A-ppa anyeonghaseyo.. S-elamat datang" Herim membungkukan badannya menyapa dengan formal membuat Jaehyun berdecih tapi kemudian di pelototi oleh sang istri.
"Sana ganti baju mu. Aku akan siapkan makan siangnya" Jaehyun mengangguk lalu pergi begitu saja meninggalkan istri dan juga anak gadisnya.
Herim masih memerhatikan sang ayah yang telah melangkah pergi menuju kamarnya. Membuat Taeyong yang memperhatikan hanya bisa menghela nafas dan mendekat.
"Jangan terlalu diambil hati sayang? Maafkan appamu ya? Ia hanya kesal waktu itu, mau sampai kapan kalian akan bersitegang seperti ini"
"Aku tidak tau. Aku takut untuk berbicara pada appa.. Seharusnya aku tidak merugikan banyak pada appa saat itu"
"Itu bukan kesalahan mu sayang. Sudahlah lupakan. Itu memang masa krisis kita saat itu kau jangan sedih lagi ya? Bicaran pelan padanya"
Herim hanya mengangguk. Mungkin perkataan sang ibu ada benarnya, semua hal harus di bicarakan bukan. Bahkan tekad awal Herim kemari untuk memperbaiki hubungan mereka.
-------------
KAMU SEDANG MEMBACA
Barista Noona -Kim Sunwoo- [End]
Fanfiction"Frappucino pesanan anda. selamat menik- Heii! Yak! kau mabuk?" . . . . .