Kedua mata itu menatap lama. Sunwoo dan Herim kini berada di tangga darurat berdoa saja tidak akan ada orang yang menganggu mereka. Walau hanya diam kedua mata mereka tengah berbicara saat ini.
"Nuna.. Aku merindukanmu"
Sunwoo membawa tubuh Herim ke dalam pelukannya. Bahkan Sunwoo rela meninggalkan makan siangnya bersama yang lain setelah melihat siapa pengantar minuman pesanan mereka tadi.
"Lepaskan aku. Orang lain akan melihatnya" Sunwoo menggeleng mengeratkan pelukannya.
"Sebentar lagi. Tidak akan ada siapapun yang lewat di jam makan siang seperti ini"
Hening. Herim sedikit bergidik geli merasakan hembusan nafas teratur dari hidung Sunwoo di pundaknya lalu beberapa saat kemudian terlepas.
"Kenapa Nuna tidak menjawab pesanku? Kenapa kau mengabaikanku?"
Diam. Herim bingung harus membalas perkataan Sunwoo seperti apa. Namun kemudian kedua tangan Sunwoo yang ada di pundaknya tiba-tiba meluruh..
"--apa aku membuatmu tidak nyaman? Ak-"
"Tidak.. Bukan seperti itu, tapi-- kenapa harus aku?" Sunwoo menaikkan satu alisnya bingung.
"Maksud Nuna apa? Aku tidak mengerti?"
"Kenapa kau menyukaiku? Apa karena aku menolongmu, apa karena aku mudah sekali dibohongi? Atau-"
Sunwoo menggeleng cepat. Lalu menarik kedua tangan Herim untuk digenggam seakan si gadia akan langsung pergi detik itu juga.
"Tidak. Itu tidak benar.. Jangan berfikir seperti itu, Nuna aku tulus mencintaimu bahkan aku tak memiliki alasan apapun mencintai mu. Aku hanya mencintaimu"
Herim menatap mata Sunwoo mendalam lalu kemudian beralih menatap pergelangan tangannya yang digenggam.
"--Nuna jangan fikirkan tentang perasaanku ini dengan serius. Aku memang mencintaimu tapi jika kau mencintai orang lain dan tak bisa menjaga hatimu untukku katakan padaku agar aku bisa mengantarkan mu pada orang itu"
Herim menggeleng lalu mulai terisak membuat Sunwoo buru-buru mendekat kan dirinya pada si gadis.
"Kau-- hiks beraninya mengatakan hal seperti ini padaku-- hiks --bahkan setelah kau-- hiks -- membuat hatiku sendiri bingung harus bagaimana-- hiks" Sunwoo setia mengelus punggung Herim agar lebih tenang. Lalu menangkup wajah si gadis dan menghapus air matanya.
"Aku akan bahagia jika Nuna juga bahagia. Kumohon jangan menangis lagi" Herim menggeleng. Lalu memeluk tubuh remaja lelaki itu.
"Tidak-- hiks --Ayo sama-sama berjuang dan bertemu dimasa itu. Aku ingin menjadi salah satu wanita yang mendukungmu selain mendiang ibumu"
Herim mendongak mempertemukan wajahnya dengan wajah Sunwoo. Saling tersenyum lalu si lelaki remaja itu mencium keningnya lama. Dan memeluknya lagi.
"Terimkasih Nuna. Aku akan menjaga janji ku. Aku akan kembali mengajakmu berjalan bersama aku janji padamu"
Sunwoo mencium bibir ranum itu yang sudah lama di lihatnya dengan hati-hati seperti gelas kaca yang jika di segol seditik akan pecah. Begitulah ciuman itu terjadi.
Dan tanpa disadari keduanya seseorang tengah memperhatikan dari balik pintu darurat. Yang tak lain adalah Younghoon dan juga Juyeon dengan wajah sumringahnya.
"Aku menang. Mana uangku" Younghoon mendengus mendengar suara bisikan Juyeon memberikan uang 3 won sebagai kekalahannya.
Entah sejak kapan keduanya berdiri disana, yang jelas keduanya sampai bertaruh jika mereka akan berciuman dan Younghoon menebak tidak sedangkan Juyeon iya. Alhasil Juyeon mendapat untung banyak dengan ini.
"Sial. Ini semua kesalahanmu. Jika saja kau tak ajarankan banyak adegan dewasa pada bocil itu, tak akan ada hal itu sekarang. Sudah ayo kembali yang lain akan mencari nanti" Younghoon menggeret kra baju Juyeon tanpa peduli si pemilik baju yang berteriak kesakitan.
Bahkan saking asiknya berciuman. Keduanya saja tak sadar akan pekikan yang Juyeon timbulkan.
--------------
KAMU SEDANG MEMBACA
Barista Noona -Kim Sunwoo- [End]
Fanfic"Frappucino pesanan anda. selamat menik- Heii! Yak! kau mabuk?" . . . . .