▪Turn into Reality - 21|Bantuan▪

183 29 5
                                    

Zahra melirik Farhan yang duduk di hadapannya, sebuah meja bundar menjadi sekat antara keduanya. Setelah kejadian dirinya yang mendadak tidak sadarkan diri, kemudian Farhan membawanya ke rumah sakit untuk ditangani. Dan di sinilah keduanya berada. Makan di salah satu kafe yang letaknya tidak jauh dari rumah sakit.

Pasalnya, Farhan yang memaksanya setelah tahu bahwa sebab dari ketidaksadaran Zahra adalah karena perempuan itu yang meninggalkan makan sejak kemarin.

"Kak Farhan nggak ada beri kabar ke orang rumah, 'kan?"

"Nggak. Saya tahu mereka bakal merasa khawatir, dan kamu bakal marah sama saya."

Zahra membuang napas lega. "Makasih, ya, Kak."

"Sama-sama. Saran saya, meskipun kamu sibuk mengurusi masalah Zidan, setidaknya kamu harus tetap makan. Kalau kamu sakit, yang berjuang buat Zidan selain kamu siapa?"

Kedua mata Zahra terbuka lebar mendapat perhatian itu dari Farhan. Buru-buru ia mengerjap setelah menyadari sesuatu. Lelaki di hadapannya ini akan segera menikah, tidak perlu lagi merasa salah tingkah karena ucapan manisnya. Lagi pula, lelaki itu sudah pernah memperingatinya agar tidak salah paham dengan apa yang dirinya lakukan untuk Zahra.

Zahra menyendokkan makanannya kemudian memakannya.

"Kak Farhan cinta sama kak Kirana?" tanyanya setelah berhasil menelan makanan tadi.

"Ya, begitulah."

Seketika rasa bersalah sekaligus sakit bersatu di dalam hatinya. Zahra meletakkan sendok di tepi piring kemudian menatap Farhan yang jelas tidak membalas tatapannya. "Kalau gitu ..., maaf, ya, karena udah bicara kayak tadi ke kak Kirana."

Farhan tersenyum tipis. Ia meraih gelas berisi jus alpukat kemudian sedikit menyesapnya. "Saya sama dia itu udah kenal sejak lama. Sejak itu juga saya ...menaruh rasa."

Sepertinya cerita kali ini akan cukup melukai hatinya. Kendati seperti itu, Zahra tetap berusaha menjadi pendengar yang baik untuk Farhan.

"Kita sama-sama memilih kuliah di tempat yang sama. Tapi, waktu dia memilih berhenti kuliah beberapa tahun lalu kemudian bekerja, saya pindah ke kampus yang sekarang," ujar Farhan. "Kita nggak ada hubungan apa pun sejak dulu. Karena saya pun nggak terlalu suka sama yang namanya pacaran. Kita cukup jarang bertemu."

"Di kafetaria bulan lalu ...." Zahra berusaha memancing agar kesalahpahamannya saat itu bisa benar-benar dijelaskan.

"Bulan lalu, ya?" Farhan tampak berusaha mengingat hal tersebut. "Ya. Kirana datang ke kampus. Membicarakan soal kehamilannya. Dia bingung dan takut saat itu. Saya berniat membantunya. Awalnya saya nggak berniat menikahi dia, tapi ...keadaannya semakin hari semakin menurun. Saya khawatir bayi nggak berdosa di dalam kandungannya justru terkena dampaknya,"

"Akhirnya saya bicara sama orangtua saya dan berakhir melamar Kirana. Semua terjadi cukup singkat, bahkan saya nggak mengira kalau beberapa hari lagi saya akan menikah sama dia. Tapi ...mendengar keadaan Zidan, saya mana bisa meneruskan semuanya."

"M-maksud Kakak?"

Farhan mengangguk. "Kamu jangan khawatir, saya bakal berusaha membujuk Kirana buat membebaskan Zidan."

"Lalu pernikahan kalian?"

"Nanti saya diskusikan semuanya sama kedua pihak. Orangtua saya, dan Kirana beserta ibunya." Farhan menyandarkan punggung di sandaran kursi kafe. "Saya nggak bisa menjanjikan apa-apa, yang jelas saya bakal berusaha mengeluarkan Zidan."

"Cukup mengejutkan bagi saya waktu tahu kalau teman yang dimaksud Kirana adalah teman saya juga." Farhan melanjutkan ucapannya.

"Lebih mengejutkan waktu tahu kalau Kakak mau menikah secepat ini," gumam Zahra sangat pelan. Bahkan ia tidak yakin Farhan akan mendengarnya.

Turn into Reality [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang