Sepanjang jalan Zahra hanya misuh-misuh saja karena masih memikirkan ucapan Farhan mengenai cincin pernikahan di halaman belakang tadi.
Meski Farhan mengelak, tapi Zahra memang mendengarnya dengan jelas. Memang ya, sekali menyebalkan akan tetap menyebalkan.
"Belum dapat cincinnya?" tanya Nishrina yang tak sengaja berpapasan dengan putrinya. "Jangan dibiasakan bergerutu, tak baik mengucapkan perkataan buruk."
Zahra mengembuskan napas dalam dan beristighfar dalam hati. "Iya,Bunda. Ini, sudah dapat." Dia menunjukkan tangannya kepada Nishrina.
Nishrina mengangguk. "Ya sudah, mari makan. Semua sudah menunggu."
"Bunda mau ke mana?" Zahra bertanya sembari berjalan beriringan bersama Nishrina.
"Tadi ingin menyusul kamu, tapi alhamdulillah kalau cincinnya sudah ditemukan."
Kepala Zahra mengangguk beberapa kali. Pada akhirnya, mereka tiba di ruang makan. Di sana sudah berkumpul Alfan, Zidan dan kakek beserta neneknya.
Nishrina dan Zahra mengucap salam bersama kemudian duduk di tempatnya masing-masing. "Maaf,ya,Zahra lama."
"Ada cincinnya?" tanya Zidan.
Zahra mendongak menatap Zidan yang berada di hadapannya. "Ada,kok."
"Di mana?" Kini Alfan ikut bertanya pada Zahra.
"Kak Far-di atas batu." Dalam hati Zahra merutuki kebodohannya yang nyaris saja menyebut nama Farhan di hadapan keluarganya.
"Kak Far siapa?" tanya Zidan bingung.
"Far ....Enggak ada,kok."
"Oh, aku tahu!" seru Zidan sembari menjentikkan ibujari dengan jari tengahnya. "Kak Farhan,'kan?"
"Apa,sih,kamu?" Zahra menatap Zidan dengan nyalang. Pasalnya, karena ucapan Zidan yang memang benar adanya itu, justru kedua orangtuanya menatapnya dengan curiga dan menggoda. Zahra menatap keduanya dengan cemas, takut mereka justru berpikiran yang tidak-tidak mengenai dirinya dan Farhan.
"Ayah, Bunda ..., enggak,kok. Cincinnya betulan ada di atas batu di halaman belakang, bukan di kak Farhan."
"Kenapa menjelaskan kepada kami?" tanya Nishrina.
Alfan mengangguk sembari terkekeh. "Iya. Kita tidak berbicara apa pun, kenapa panik begitu?"
Zahra terdiam dengan kedua mata yang tak henti mengerjap. Benar juga, kenapa dia panik? Seketika saja rasa panas menjalar di setiap sisi wajahnya, terutama di kedua pipinya.
"Itu artinya ...emang benar dari kak Farhan!" tuduh Zidan tepat sasaran.
"Bukan, udah jelas itu di halaman belakang."
"Bohong."
"Ish .... Zidan kamu-ah, udahlah."
Semua orang di sana terkekeh mendapati kekesalan Zahra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Turn into Reality [TAMAT]
Storie d'amore[Seri 1 || #Book 3] Kehidupan seorang Zahra Rashdan Nafisa berubah ketika dirinya bertemu dengan seorang kakak tingkat di kampusnya sekaligus ketua santri di pesantren keluarganya. Lelaki menyebalkan dengan segala batasan yang dimilikinya, mampu mem...