Baru saja mobil yang dikemudikan Zidan berhenti di pelataran rumah, sesuatu membuat dua orang di dalam sana mengernyit sekaligus terkejut.
Mobil kepolisian terparkir tepat di samping Zidan. Namun sepertinya mobil itu kosong.
Zidan menelan saliva susah payah. Semua sudah selesai sampai di sini.
"Kok ada polisi, ya?" Zahra bergumam pelan. Ia membuka pintu kemudian langsung saja keluar dari mobil tersebut dan berjalan tergesa ke dalam rumahnya.
Sesaat ia tiba di ambang pintu, dirinya langsung disuguhi dengan keadaan Nishrina yang menangis tergugu di dalam dekapan Alfan. Kemudian ada dua orang polisi berpakaian lengkap duduk di hadapan mereka.
"A-assalamualaikum."
Semua orang menatapnya. Kemudian bergeser pada sesuatu di belakang Zahra, dan ternyata mereka menatap Zidan yang kini berdiri tepat di belakangnya.
"Waalaikumsalam."
Zahra menyalimi kedua orangtuanya, kemudian menangkupkan kedua tangan di depan dada untuk memberi salam kepada kedua polisi tadi. "Bunda kenapa?" Ia menatap semua orang bergantian, meminta penjelasan dengan apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Semua orang menatap Zidan, terutama pandangan terluka dilayangkan kedua orangtuanya kepada lelaki itu. Hal itu membuat Zahra ikut menatap Zidan, hanya sebentar.
"Maaf, Pak. Ini ada apa?" tanyanya pada kedua polisi tadi.
Salah satu dari kedua polisi itu berdeham. Ia menunjukkan sebuah surat. "Kedatangan kami ke mari adalah untuk membawa Saudara Zidan. Kami sedang melakukan proses penyelidikan terkait sebuah kasus yang kami terima. Beberapa waktu lalu kami mendapat laporan bahwa Saudara Zidan diduga telah melakukan pelecehan seksual beberapa bulan lalu."
"Pelecehan seksual?" Zahra menatap Zidan tak menyangka. "Apa Bapak yakin jika Zidan yang dimaksud adalah Zidan adik kembar saya?"
"Zidan Rashdan Naufal. Itu nama salah satu penghuni rumah ini, bukan? Beberapa bukti telah kami dapatkan, dan semua mengarah kepada Saudara Zidan."
Zahra mendekati Zidan. Berdiri di hadapannya yang masih mematung di ambang pintu. "Zidan, bilang sama aku kalau ini tuduhan palsu!"
Di luar dugaannya, lelaki itu justru menunduk dalam dengan segala kebisuannya. Saat itu pula suara tamparan terdengar begitu dramatis di ruangan tersebut.
"Kamu putra siapa, Zidan? Kamu sudah mengkhianati kami sebagai orang tua. Kami mendidik kamu, dari kecil hingga sekarang dengan didikan terbaik. Apa ini hasil dari didikan kami?!"
Zahra berusaha menenangkan Nishrina yang tengah marah besar. Bahkan untuk pertama kalinya dirinya melihat wanita itu berani melayangkan tamparan kepada putranya sendiri. "Bunda tenang,"
"Mana ada Bunda bisa tenang, Zahra! Adikmu itu ...hiks."
Zahra meraih tubuh Nishrina dan memeluk tubuh bergetar itu. Saat semua tengah rapuh, dirinya harus menjadi satu-satunya orang yang mampu menguatkan. Meski sulit, perasaan marah dan sedih harus ia tahan lebih dulu.
"Maaf. Jadi, Anda adalah Saudara Zidan?"
Zahra melirik Zidan dan polisi itu bergantian. Lelaki itu tampak mengangguk lemah.
Salah satu polisi itu menginteruksikan temannya untuk menangkap Zidan. "Mari."
"Zi ...," Desahan dalam tiba-tiba saja keluar dari mulut Zahra. Ia menahan tangan Zidan sembari melepas pelukan pada Nishrina. "Bilang sama aku kalau ini nggak benar, Zidan!" tanyanya berusaha mendapat jawaban yang ia inginkan. Jawaban jika semua itu tidak benar adanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Turn into Reality [TAMAT]
Romance[Seri 1 || #Book 3] Kehidupan seorang Zahra Rashdan Nafisa berubah ketika dirinya bertemu dengan seorang kakak tingkat di kampusnya sekaligus ketua santri di pesantren keluarganya. Lelaki menyebalkan dengan segala batasan yang dimilikinya, mampu mem...