▪Turn into Reality - 25|Melawan▪

194 28 0
                                    

"Jadi ini kamar Kakak? Bagus!"

Zihan berjalan mengelilingi seisi kamar Zahra, memerhatikan setiap hal yang ada di sana.

Setelah lama memikirkan akan membawa Zihan ke mana karena terlanjur mengajaknya. Alhasil, karena Zahra tidak bisa berpikir lagi, ia pun membawa gadis itu ke rumahnya saja. Lagi pula, waktu yang diberikan Farhan cukup lama.

"Kamu suka?" Zahra menggantung tas kuliahnya setelah mengeluarkan isinya. Kemudian meletakkan tas jinjing di atas meja.

Zihan tersenyum dan mengangguk. "Kamarnya besar. Pasti Kak Zahra betah di sini, ya?"

"Iya," jawab Zahra. "Mau minum nggak?"

"Boleh. Tapi aku mau ikut Kak Zahra. Nggak enak kalau sendirian di sini."

Saat itu pula kekehan keluar dari mulut Zahra. "Nggak apa, kamu di sini aja."

"Kalau nanti ada yang hilang-"

"Nggak ada, Sayang." Zahra tersenyum lembut sembari mengusap kepala gadis itu. "Kamu duduk dulu, tunggu di sini. Kita baru sampai, kamu juga pasti lelah, 'kan? Nggak kenapa-kenapa, kok, santai aja."

Setelah mengatakan itu yang pada akhirnya disetujui oleh Zihan, Zahra pun melenggang pergi. Turun ke dapur untuk membawa minuman.

Kembali ke kamar dengan membawa dua gelas minuman dingin, Zahra menghela napas saat melihat di dalam sana bukan hanya ada Zihan melainkan juga Kirana. Ia berusaha tersenyum.

Zahra berjalan meletakkan segelas minuman miliknya di atas nakas dekat ranjang, sedangkan yang satunya diserahkan kepada Zihan. "Diminum."

"Makasih, Kak!" Zihan langsung saja menerimanya dengan antusias. Tetapi, sebelum meminumnya ia melirik tak suka kepada Kirana.

Perempuan itu mengusap kepala Zihan sembari memberi tatapan seolah ia berkata bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

"Ada apa, Kak?" tanya Zahra setelah Zihan tidak lagi terfokus pada Kirana.

Kirana melipat kedua lengannya di depan dada. Menatap datar kepada kakak iparnya. "Tadi bekalnya sudah diberikan?"

Zahra tidak langsung menjawab, ia justru mengambil tas berisi pakaian bayi.

"Atau jangan-jangan kamu makan sendiri, ya?" tuduh Kirana tanpa alasan. "Atau kamu buang? Iya!"

Kembali meletakkan tas itu di tempatnya, Zahra yang sudah merasa geram pun akhirnya membalikkan badan menatap Kirana itu. "Belum dijawab tapi udah menuduh. Udah dibantu bukannya bilang terima kasih, malah begini!"

Kirana diam menunggu lanjutan Zahra.

"Bekalnya udah saya kasih," jawab Zahra. "Dia makan atau enggak, itu bukan lagi urusan saya."

"Tapi kamu bilang 'kan kalau itu dari-"

"Iya saya bilang, kok! Nggak perlu takut saya bakal mengaku-aku bahwa yang memasak makanannya saya. Sayangnya saya nggak sepicik itu."

Kirana tersenyum lega. "Ya, syukurlah! Setidaknya saya tahu kalau kamu amanah."

"Kakak kira saya gimana?" Rahang Zahra mengeras. Semakin dia bersikap baik, Kirana justru semakin berani bicara ini dan itu.

"Karena adik kembar kamu nyatanya buruk, saya kira kamu juga begitu." Sambil berbicara demikian, Kirana memamerkan senyum meremehkan.

"Kalau Kakak bukan adik ipar saya, sudah saya- Ah, sudahlah! Buang-buang tenaga kalau saya marah." Zahra berdeham dan mengambil tas tadi. "Dari nenek kami."

Turn into Reality [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang