Harum minyak aromaterapi terasa begitu menyengat di indera penciuman Zahra, hingga alisnya menukik tajam nyaris menyatu di pertengahan wajah. Samar-samar dia mendengar isakan anak kecil di sampingnya, dan dia merasa ada tangan besar bergerak mengusapi kepalanya.
Matanya perlahan terbuka, cahaya terasa begitu menusuk matanya yang baru saja terbuka setelah cukup lama terpejam. Berulang kali dia mengerjap berusaha menajamkan pandangan.
"Alhamdulillah, Kak Zahra udah siuman," gumam Zidan.
Zahra yang telah mendapatkan kesadaran sepenuhnya pun mulai mendudukkan tubuhnya, membuat punggungnya bersandar di kepala ranjang. Dia menarik kedua kakinya ke arah dada kemudian menunduk hingga dahinya mengenai lutut. "Pusing."
"Tiduran dulu,Kak." Zidan mengusap bahu Zahra lembut. "Ayok."
Zahra kembali mengangkat kepalanya. Dia menoleh saat Sabilla mengangsurkan segelas air mineral, dia tersenyum dan menerima gelas tersebut kemudian menenggaknya hingga menyisakan setengah. "Makasih,Nek."
Ia mengernyit saat baru saja menyadari keberadaan Zihan yang duduk di sampingnya, menangis sembari menatapnya sedih. "Kenapa?"
"Boleh peluk?" pinta Zihan dengan menunjukkan puppy eyes-nya.
Zahra mengangguk sembari tersenyum. Saat itu pula Zihan langsung saja memeluknya.
"Aku minta maaf, gara-gara aku Kakak jadi pingsan begini. Kalau-"
"Ssttt ...udah, kamu nggak salah. Dari pagi Kakak emang lagi kurang enak badan," bohong Zahra memotong ucapan Zihan. Dia mengusapi kepala Zihan. "Jangan menangis lagi."
"Aku minta maaf," ujar Zihan lagi sembari menarik tubuhnya.
Zahra menyeka airmata Zihan dan tersenyum lebar. "Kakak nggak apa-apa, udah jangan menangis."
"T-tapi-"
"Kamu mau Kakak marah sama kamu nggak?" potong Zahra lagi.
Zihan sontak menggelengkan kepala dengan cepat. "Nggak mau."
Zahra kembali tersenyum. "Jadi berhenti minta maaf, kamu nggak salah. Ya?"
Dengan terpaksa Zihan pun mengangguk setuju. "Tapi Kakak sakit nggak kepalanya? Badannya?"
"Enggak, cuma pusing sedikit." Zahra terkekeh. Dia mengusap kedua sisi wajah Zihan. "Kamu kembali ke kamar, siap-siap salat Ashar. Nanti kalau terlambat, kamu kembali dapat hukuman."
Zihan mengangguk. Dia menyalimi Zahra kemudian mengecup pipinya. "Lekas sembuh,ya,Kak! Aku sayaaang ...banget sama Kakak."
"Kakak juga."
Zihan beralih menyalimi Sabilla kemudian Zidan, setelahnya dia beranjak pergi dari sana.
"Masih pusing, Kak?" tanya Zidan.
"Sedikit. Jangan bilang ke ayah sama bunda,ya."
"Dasar kamu, kenapa memaksakan,sih?"
"Iya,maaf." Zahra menyandarkan kepalanya dan memejamkan mata.
"Malam ini aku menginap di sini. Boleh ya,Nek?" Zidan meminta persetujuan pada Sabilla.
"Boleh. Kenapa enggak."
"Enggak, enggak! Buat apa,sih? Aku nggak apa-apa,kok," protes Zahra yang kini kembali membuka matanya.
"Nggak boleh protes, pokoknya malam ini aku tidur di rumah ini."
Zahra merengut kesal. Dia tak lagi menimpali Zidan, dibaringkannya kembali tubuhnya itu dan mulai terlelap dengan wajah yang bersembunyi di sisi tubuh Zidan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Turn into Reality [TAMAT]
Romance[Seri 1 || #Book 3] Kehidupan seorang Zahra Rashdan Nafisa berubah ketika dirinya bertemu dengan seorang kakak tingkat di kampusnya sekaligus ketua santri di pesantren keluarganya. Lelaki menyebalkan dengan segala batasan yang dimilikinya, mampu mem...