Pagi-pagi, seperti biasa Zahra sudah bersiap untuk pergi ke kampus. Celana yang tidak terlalu ketat berwarna nude dia padukan dengan kaus putih yang dimasukkan ke dalam celana kemudian dibalut dengan cardigan oversized berwarna senada dengan celananya. Pashmina selaras juga ikut menambah kerapian penampilannya pagi ini.
Saat ini, Zahra tengah memasukkan laptop ke dalam tas khusus. Tak lupa dia mengecek kembali tasnya, takut-takut ada perlengkapan yang tertinggal. Mengingat dirinya begitu ceroboh dalam hal menyimpan barang.
Selesai dengan pengecekan barang, Zahra kembali mematut diri di cermin. Senyum lebar terpatri indah di wajahnya. Tangannya mulai menyambar dua tas sekaligus, kemudian ia beranjak meninggalkan kamarnya.
Lebih dulu Zahra berpamitan kepada kakek dan neneknya, setelahnya dia berjalan sedikit cepat menuju gerbang yang mana di sana sudah ada Zidan yang menunggu dengan mobilnya.
Dari kejauhan, mata Zahra dengan tak sengaja menemukan sosok Farhan yang tengah berjalan menuju parkiran pesantren sembari menenteng helm dan hoodie yang disampirkan di lengan kirinya. Rambut yang masih basah menandakan jika Farhan memang baru selesai mandi.
Setelan baju yang dipakai Farhan setiap kali ke kampus dan berada di pondok itu jelas sangat berbeda. Jika di pondok, laki-laki itu hanya akan mengenakan baju koko yang dipadukan dengan celana bahan, sedangkan saat pergi ke luar khususnya kampus, laki-laki itu akan berpenampilan layaknya mahasiswa pada umumnya.
Dug.
Sesuatu yang menyentuh dahinya berharil menyadarkan Zahra yang sejak tadi berjalan sembari membayangkan Farhan. Matanya berkedip dengan bodohnya saat melihat Zidan yang menggelengkan kepala.
"Lihat apa,hm?" tanya Zidan yang seolah sudah tahu apa jawabannya.
"Mm ...anu ...itu ...." Zahra melirik ke arah parkiran kemudian kembali menatap Zidan.
"Kak, nggak baik memerhatikan lawan jenis sampai tidak sadar begini. Zina mata sekaligus pikiran namanya."
Zahra mengangguk, kemudian ia menarik adik kembarnya itu untuk segera saja pergi dari sana. "Udah,ayo."
Dalam hati ia berulang kali mengucap istighfar sebanyak mungkin. Dia tahu ini salah, tetapi entah kenapa rasanya sulit sekali untuk tidak menghadirkan Farhan di kepala dan ingatannya.
****
Pukul satu siang, Zahra baru saja kembali ke pesantren setelah kuliah. Dia mengempaskan tubuhnya saat baru memasuki kamar. Hari ini begitu melelahkan untuknya.
Dengan malas dia melepas jarum yang dipakai untuk pashminanya, kemudian dia menjauhkan pasmina tersebut menyisakan ciput yang menutupi kepalanya hingga leher.
Pandangannya tertuju pada atap kamarnya, menatap kosong ke sana. Dia ingin sekali berganti pakaian karena tubuhnya begitu terasa lengket, hanya saja tubuhnya itu enggan untuk beranjak dari tempat tidur nyaman ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Turn into Reality [TAMAT]
Romance[Seri 1 || #Book 3] Kehidupan seorang Zahra Rashdan Nafisa berubah ketika dirinya bertemu dengan seorang kakak tingkat di kampusnya sekaligus ketua santri di pesantren keluarganya. Lelaki menyebalkan dengan segala batasan yang dimilikinya, mampu mem...