Salting

2.3K 227 1
                                    


Keringat dingin menganak di wajah Renata, selimut tersingkap jatuh ke lantai. Kejadian bertahun-tahu lalu terulang lagi, kegundahan hati yang tidak dia tumpahkan membuat suhu tubuhnya meningkat drastis, semenjak pagi dia hanya tergolek lemah di tempat tidur. Ia tidak mengabari Sam, cukup sudah dia membuat sahabatnya itu kerepotan karena ulahnya.

Ponsel biru di atas nakas  berdering nyaring, ia meraba kesal tanpa membuka mata.

“Renata!” suara Ayu menggebu dari seberang. “Sekarang udah jam berapa? Kok kamu belum nongol juga?”

“Bukanya saya udah dipe ....”

“Hah? Siapa yang lakuin itu ke kamu?”

“Pak Jo.” Suara Renata tenggelam.

“Sembarangan! Pokoknya kamu harus datang sekarang!”

“I ....” suara Renata menghilang, tenaganya terkuras habis. Ia merasakan serangan hawa dingin mencabik-cabik kulitnya.

“Kamu sakit, Nat? Udah cek ke dokter belum?”

“Nggak apa-apa, Bu. Cuman demam.”

“Jangan bikin ....”

Suara Ayu tidak terdengar lagi, ponsel Renata lengser dari tangan jatuh membentur lantai, kepalanya berdegung. Ia menahan napas, menahan sakit membetulkan posisi bantal. Perlahan ia mengembuskan napas, kepalanya mulai tenang, kantuk membuatnya makin merasa nyaman berbaring, perlahan mimpi menghampiri.


***

Tidur seharian membuat badan Renata pegal seluruhnya, saat dia bangun makanan sudah tersaji di meja, dimasak oleh sang Kakak ipar dan Ibunya.

“Udah mendingan?” tanya ibunya.

Renata menganggukkan kepala.

“Nah, sekarang makan yang banyak, biar besok bisa masuk kantor lagi,” kata Reno, Kakak Renata.  Pria beranak satu itu menyendokkan nasi ke piring sang adik.

“Jangan banyak-banyak deh, mulut aku pahit banget.”

“Ada udang sama cumi-cumi, nah,” Sela mengulurkan piring lauk ke arahnya.

Renata menggelengkan kepala, ia menyukai dua makanan itu tapi saat ini ia hanya ingin menelan masih ditambah kuah sayur.

“Kalau gitu, mau dibuatin susu vanila?” tawar Sela lagi.
“Nggak usah, Kak. Nanti aku buat sendiri aja.” Renata meraih sendok, detik berikutnya benda itu terlepas dari genggaman. “Susu vanila aku udah habis minggu lalu.”

“Tadi aku mampir ke supermarket,” sahut Reno cepat.

Renata menganggukkan kepala, tidak  bertanya lagi.

Setelah makan malam, ia masuk kamar mengecek ponselnya, beruntung hanya anti goresnya yang retak. Ia mengecek pesan masuk. Dua puluh pesan dari Ayu, lima panggilan tidak terjawab dari Lisa, dua dari Damar dan tiga dari Ina.  Inti pesan Ayu hanya satu, besok kerja setengah hari jadi dia harus datang.

🌷🌷🌷
Pukul enam pagi, Renata sudah berada di lobi kantor, dia sudah menanyakan pada Lisa siapa yang membersihkan ruangan lantai lima, jawabannya tidak ada, artinya dia harus bekerja ekstra.

“Pantasan nggak dibersihin kunci cadangan ruangan Bu Ayu kan ada sama aku!” Renata menepuk jidat. Kunci cadangan ruangan Jonatan ada di laci meja Ayu.

Jam tujuh lewat lima belas menit, semua pekerjaannya selesai, ia mengibas-ibas tangan siap turun. Di depan lift, sebelum tanganya memencet tombol, pintunya terbuka, Jonatan muncul. Ia langsung menyeret peralatan kebersihan ke arah tangga.

“Renata,” panggil Jonatan.

Ia menarik napas, menarik ujung bibir lalu berbalik ke arah Jonatan.

Jonatan bergerak ke arahnya, ia merapatkan diri ke tembok.
Tinggal selangkah lagi, Jonathan memasukkan tanganya ke balik jas hitam yang dia kenakan. Renata menunduk, hari ini tiba juga, hari dia menerima surat pemberhentian.

“Terima!”

Kedua tangan Renata terulur, masih dengan kepala menduduk. Ia menyentuh ujung benda tipis itu, sontak jemarinya bergetar.

“Kamu kenapa sih? Ini undangan pernikahan.”

Renata akhirnya menerima undangan merah muda lengkap dengan pitanya. “Revaya Franda dan Kleo Harum,” ucap Renata salah tingkah.

“Acaranya nanti malam, kalau nggak datang aku kasih SP tiga!” kata Jonatan sambil berlalu.









𝙊𝙝 𝙂𝙊𝙙, 𝙃𝙚'𝙨 𝙈𝙮 𝙀𝙭 ( 𝙀𝙉𝘿)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang