Sekali entakkan, Renata melepaskan pelukan Jonatan dan mengambil jarak. Darah di dalam tubuhnya berlarian ke ujung kaki hingga wajahnya seputih seprai di tempat tidur.
"Tolong, tanda tangani berkasnya!" pinta Renata lemas pada Jonatan, kedua tanganya saling meremas menatap penuh harap kepada sang Bos, semakin cepat dia menandatangani berkas itu, semakin cepat hari ini berakhir.
"Aku nggak bakalan tanda tangainin semua ini kalau kamu nggak mau ngerawat aku hari ini!"
Tanduk iblis tumbuh di kepala Renata. Ketegasan mengambil alih rupanya, dengan angkuh dia bicara, "berkas ini urusan, Bapak. Perusahaan Anda sendiri, kerugian akan keterlambatan menjadi kerugian Anda, bukan saya!"
Jonatan lagi-lagi membenamkan jari di rambut hitamnya, bibirnya menyunggingkan seringai kecil, matanya mengecil. Matanya tidak beralih dari wajah Renata.
"Kamu pikir kamu bisa mengintimidasi aku? Sekarang aku bisa nelpon Tante Ayu bilang kamu belum sampai-sampai."
"Aku tinggal video call sama Bu Ayu, bilang kamu nggak mau tanda tangan," kelit Renata tidak mau dirinya tertekan. Susah payah dia menahan agar kelopak matanya tidak berkedip. Jangan sampai keinginan Jonatan menekannya hingga rasa tidak berdaya mengambil alih.
"Dan aku tinggal bilang sama Tante Ayu semua karena kamu ...."
"Ok! Aku mau!" Renata mengalah, perdebatan panjang tidak akan menjadi jalan keluar. Jonatan akan lebih cepat menandatangani berkas, lalu dia bisa keluar dari ruangan ini melepaskan si pria angkuh itu sendirian di dalam sini dan tidak perlu kembali.
Jonatan tersenyum lebar penuh kemenangan, dia mulai membuka dokumen dalam lima map satu persatu, membaca penuh konsentrasi sebelum membubuhkan tanda tangan.
"Nah, selesai. Sekarang kamu anterin pake taxi, kunci motor kamu aku tahan!"
"Macet! Lagian aku ke sini pake ojek!" Renata menepuk jidat, pernyataannya barusan sudah melemparkan dirinya ke dalam lubang neraka.
"Ponsel?" tanya Jonatan.
Renata menjulurkan tangan."Di kantor!" Renata tersenyum lega. Dia meraih berkas dari tangan Jonatan. "Tidak ada alasan untuk kembali. Bless me!"
Jonatan menarik tangan kanan Renata, mencengkeramnya erat. Matanya nyalang, dan rahang mengeras.
Tatapan Jonatan melemaskan tubuh Renata, perlahan dia menggerakan tangan meminta dibebaskan, tetapi mantan kekasihnya itu tidak bergeming sama sekali.
"I'll be back!" Janji Renata, bukan berarti dia benar-benar akan kembali.
Jonatan meninggikan tubuhnya, lalu tangan kanannya meraih pipi Renata, mendaratkan telapak tanganya yang dingin di sana. "Janji? Kalau enggak ...."
"Kalau enggak apa? Potong gaji? Dikeluarin? Aku sudah mempersiapkan diri lahir dan batin untuk itu, Paooooo!" Semua kata yang tertatahan di dalam kepala Renata terlontar keluar.
Pipi Jonatan mengembung. "Enggak! Aku bakalan ngelakuin hal yang lain yang buat kamu menyesal ...."
"Udah, udah! Cukup! Aku harus balik ke kantor sekarang! Lepasin yah, Pak Bos, Bu Ayu nungguin dari tadi, kalau terlambatkan saya juga yang diomelin pada hal karena ...."
Jonatan melepaskan tangannya diiringi helaan napas panjang. "Ok, Na. Aku tunggu kamu balik."
Renata mengambil langkah mundur, lalu mengeleng. cengiran lebar merekah di wajahnya. "Jangan, tidak perlu menunggu!" ucapanya. dia bebas sekarang.
Di luar ruangan Jonatan Renata mengutuk dirinya sendiri, kenapa dia harus meladeni ucapan Jonatan dan kenapa pula dia mau kembali juga mempercayai jikalau dia lah penyebab pria jangkung itu sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝙊𝙝 𝙂𝙊𝙙, 𝙃𝙚'𝙨 𝙈𝙮 𝙀𝙭 ( 𝙀𝙉𝘿)
Romance⚠️ Low conflict Sinetron able. Not relate to anyone life. Si kolektor bedak bayi diajak jadi selingkuhan sama MANTAN kesayangan! Oh No! Terima? No Way! Dia udah jadi atasan. Tolak? Aaaa kan masih sayang😭 Iii makin hari kok makin dekat .... Stop! S...