Sad Song

1.6K 162 8
                                    

(Note : Bacanya sambil dengarin lagu mellow🍁)

Dunia seakan diguncang gempa, setiap pijakan kaki Renata terasa bergetar. Kepalanya sulit sekali mencerna kejadian kemarin. Dia tidak bisa berpura-pura hari ini, kegalauan tidak bisa dia kubur. Hari ini tepat satu bulan Jonatan bekerja dan hari ini pula dia dan Damar menemani bendahara kantor belanja barang bulanan.

“Pucat banget, Na,” tegur Damar, “nggak biasanya kamu kek gitu.”

“Kepala aku lagi pusing banget, semalam nggak tidur soalnya.” Renata menatap kosong. Dia nyaris menabrak tiang bangunan, Damar menarik ujung bajunya cepat.

“Ren, aku minta maaf sebelumnya yah, aku nggak pengen ngulik tapi penasaran aja gitu.”

“Apa sih, nih Ayah baru kok bikin merinding.” Renata mencoba bercanda, sayangnya, tidak ada senyuman dari Damar.

“Kamu udah lama kenal sama Pak Jonatan?”

Renata menatap Damar. “Kenapa jadi ngebahas itu?”

“Sekarang orang-orang di kantor ngomongin kalian berdua. Kita udah jadi rekan lama kan, Na. Aku nggak mau terpengaruh sama isu-isu itu. Pak Jonatan selama ini kan perhatian banget sama kamu.”

“Perhatian? Ya kaliii.”

“Renata, aku serius! Kamu ingat waktu kamu kepeleset di depan kantor terus dipijitin sama Mbak Lisa?”

Renata mengangguk. Kenapa dia harus mengingatkannya pada kejadian memalukan itu.

“Waktu itu Pak Jonatan sendiri yang minta beliin minyak dan pijitin kamu. wajahnya kawatir banget. Dia malah minta aku buat ngawasin kamu sampai sembuh.”

“Mungkin karena ... aku jatuh waktu dikejutin sama Pak Jonatan secara tidak sengaja.”

“Terus kenapa rupanya aneh banget waktu ngeliatin kamu teleponan di atap?” Damar mengerutkan kening.

Renata menghela napas, di atap saat dia bicara dengan Sam menumpahkan kekesalan serta ungkapan perasaannya. Apakah saat itu telah mengetahui isi hatinya dan memanfaatkannya selama ini, kalau demikian bagaimana dengan kejadian kemarin?

“Aku nggak tahu,” kata Renata.

“Emang isu apa yang beredar di kantor.”

“Dari dulu kamu udah banyak bikin orang lain sirik tahu, meski kata pekerjaan kita paling rendah di kantor, kamu mendapatkan tatapan istimewa dari Pak Herman sendiri. Ditambah sekarang, kayanya kamu langsung dekat aja sama Pak Jonatan.

“Pak Jonatan selesai kerja hari ini kan? Tidak akan ada apa-apa lagi.”

“Kamu yakin, kita kawatirnya sama kamu, Na. Takut aja kalau orang lain salah kaprah dengan kedekatan kalian.”

Renata memijit keningnya, masa lah apa lagi sekarang.

Fahmi mendekati mereka berdua, dia kesusahan membawa tisu toilet. “Kita harus balik ke kantor sekarang. Kantor bubar lebih awal, soalnya nanti sore jam empat kita bakalan ngadain acara kecil-kecilan di rumah Pak Herman untuk Jonatan.”

Mereka bertiga kembali ke kantor, di sana langsung menuju gudang penyimpanan barang meletakan barang bawaan mereka.

“Ren, kamu dipanggil Bu Ayu, langsung ke atas aja,” sembur Ina saat Renata dan Damar kembali ke tempat tongkrongan mereka, meja dapur. Ia menghela napas, semoga saja Jonatan tidak ada di sana. Hatinya benar-benar kosong sekarang, dia sudah mati-matian melupakan Jonatan terperangkap dalam perasaannya sendiri pada Reno.

“Ke lantai berapa, Na?” Nadia mucul saat Renata menekan tombol lift.

“Lima,” jawab Renata tidak bersemangat, rasanya harinya benar-benar kacau.

𝙊𝙝 𝙂𝙊𝙙, 𝙃𝙚'𝙨 𝙈𝙮 𝙀𝙭 ( 𝙀𝙉𝘿)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang