Getir merambah tubuh Renata, hatinya mati rasa. Pemandangan yang ditangkap matanya tadi membuat seluruh sarafnya rusak. Semua kepanikan serta rasa kawatir meluap-meluap benar-benar terbukti menjadi hal buruk, Reno terbaring di lantai, pucat pasi, jauh lebih buruk dibandingkan saat dia muntah.
Di Depan ruangan IGD, dia tertunduk lesu. Masih di minggu yang sama dia beradu tatap dengan pintu ruangan itu, bedanya kemarin dia menunggui sosok yang tidak dia inginkan hidupnya dan saat ini adalah manusia yang paling dia harapkan keberadaannya setiap detik.
Renata kembali membenamkan jemari ke dalam helaian rambut di kepala. Kemarin amarah menekan kepala, kini kegelisahan serta kesedihan bergelut di kepala membuat kelenjar air matanya aktif menciptakan butiran bening mengaliri pipi.
Jonatan mendekati Renata, mengulurkan sebotol air dan sebungkus tisu. Renata mengabaikan sejenak, tetapi kepalanya kembali memutar memori saat pria itu menabrakkan diri ke pintu, dia menahan sakit, tetapi tidak berhenti, kalau mereka terlambat entah bagaimana nasib Reno.
“Terima kasih,” ucap Renata menerima uluran Jonatan dengan tangan bergetar.
Jonatan tidak menjawab, dia masih menggendong tangan kirinya seperti bayi. Dia benar-benar kusut, rambutnya berantakkan, goresan di pipi yang sedikit ungu, dan jaket hitam kusam di tubuhnya, seolah dia orang lain.
“Katakan apa yang bisa aku lakukan untuk membalas budimu sudah membantu, lalu kau boleh pergi,” kata Renata serak.
“Kenapa kamu harus membalas budi?” suara Jonatan tenang.
“Karena kamu udah menyelamatkan pria yang aku cintai, yang tidak pernah aku miliki sebelumnya,” jujur Renata, dia kembali menggerakkan tangan menghapus air mata.
“Tidak perlu, dia sudah menyelamatkan nyawaku dari cengkeraman maut sebelumnya, jadi aku merasa kami impas. Dan aku tidak akan meninggalkan kamu sendirian!” ketegasan jelas saat kalimat terakhir Jonatan ucapkan.
“Why?” Renata menatap Jonatan sesaat lalu menyandarkan tubuhnya ke dinding. “Aku ini duri dalam hidupmu, kesialan yang menghantui masa lalu, hal memuakkan untuk kamu Jonatan! Saat kamu berada di samping aku, masalah apa lagi yang akan kamu buat? Hinaan apa lagi yang sekiranya akan aku terima? Tolong, pergi! Aku tidak kuat harus menerima penghinaan dan tambahan nasib buruk sekali lagi.”
“Kamu kira, mudah mencium seorang gadis lalu menyakiti hatinya setelah itu?” Kalimat Jonatan sendu mengalun, kepalanya dia tekukan dalam-dalam ke lehernya. “Kamu kira, setelah melemparkan kamu ke dalam jurang berapi hati aku nggak hancur? Atau sangat mudah melupakan setiap waktu yang penuh kenyamanan bersama kamu?”
Renata menatap Jonatan, matanya makin memerah sekarang.
Jonatan melanjutkan, “Aku tahu, kamu nggak bakalan ngelupain apa lagi memaafkan apa yang sudah aku lakukan. Tetapi paling enggak sekarang aku senang Reno adalah kebahagiaan kamu. Na, kamu nggak pernah kejebak masa lalu, tapi aku. Aku takut kehilangan seseorang yang mencintai aku apa adanya, tanpa syarat harus seperti apa aku terlihat dan aku udah salah melangkah. Kamu sangat mencintai Reno bukan? Jadi, kalau saat ini aku berdiri di samping kamu, itu tidak akan menjadi masalah.”
Renata menarik napas, dia meneguk habis air dalam botol. “I hate you,” katanya kemudian, “tapi, buat apa aku menyimpan rasa benci itu terlalu lama, Reno udah mengambil alih pikiran aku ... kalau kamu di sini, niatnya buat menghancurkan perasaan aku lagi, tolong, pergi aja! Aku sadar, aku pantas kamu perlakuin gitu karena di masa lalu, aku terlalu percaya diri sama perasaan aku, i thought everything i did is perfeck, sampai aku tidak menyadari kalau ada orang lain yang berada dalam paksaan, that’s the reason you leave me, dan aku percaya kalau kamu akan kembali.” Renata menarik napas, menahan selamanya beberapa detik lalu menghelanya. Bibirnya menyunggingkan senyuman kecil. “Aku bodoh ya Jo, kalau saja selama beberapa tahun aku tidak menunggu kamu, maybe i have a child right now.”
“Maybe,” ucap Jonatan. “Aku nggak bakalan ulangin itu lagi, i promise!”
“Tallk to your shadow!” desis Renata, dia menunggu dokter keluar dari dalam ruangan berpintu lebar ini, entah bagaimana keadaan Reno di dalam sana.
“Why? You don’t belive me don’t you?” tanya Jonatan.
Renata menyilangkan tangan di dada, matanya kembali terpaku ke pintu. Dia harus tetap tenang dan dalam keadaan sadar, menanggapi Jonatan satu-satunya cara membuat kepalanya tetap waras dan tidak menjerit mendobrak pintu di depannya.“Absolutly, kam tuh terlalu abstrak, angkuh, menyebalkan!”
“Seburuk itu.” Jonatan tertawa kecil. Ponsel Jonatan berdering nyaring. Dia menjauh sebentar dari Renata mengangkat telepon.
Renata baru ingat pada ponselnya, ia mengambil benda itu mengirimkan pesan pada Sam, dia pasti sedang menangani banyak pasien di dalam sana.
“Na,” Jonatan kembali mendekat, “sory, aku pengen nemanin kamu di sini, tapi Febi nelpon minta aku nemanin dia milih baju pengantin, soalnya dua bulan lagi kita melangsungkan pernikahan.”
Renata mengangguk. “Thank’s for to day. And you look different.”
Jonatan mengangkat bahu.
“Kayanya kecelakaan kemarin udah menghantam otaknya,” desis Renata mengiringi kepergian Jonatan.
“Reno sudah bisa di pindahkan ke ruangan rawat inap dengan perawatan intensif.” Dokter Dika menghampiri Renata.
“Reno kenapa sih?” buru Renata.
“Emang dia nggak ngomong apa-apa sama kamu?” Dika balik bertanya.
Renata menggeleng.
“Intinya sekarang, dia udah dalam keadaan stabil, kamu bergerak cepat menolong, emang nggak salah sih kita kenalin kalian. Bukan kaya aku sama Jihan, miris!”
“Kok, malah curhat, dok. Jadi please, Reno sakit apa?”
“He is ok!” Dika jelas tidak ingin menjawab pertanyaan Renata. “Biar nanti Reno yang ngasih tahu sendiri.”
“Ya udah.” Renata menghela napas.
Dika menepuk bahu Renata berulang kali, lalu mengarahkannya ke ruangan tempat Reno akan di rawat.
“Kamu udah kabarin Ibunya Reno belum?”
“Kabarin Ibunya, dia nggak pernah cerita soal keluarganya sama aku. Paling soal Kakek sama Neneknya,” jujur Renata.
“Ayah Reno kerjanya di Amerika, jadi mereka tinggal terpisah gitu. Dua tahun lalu, dia sama Ibunya baru tahu kalau ternyata Ayahnya itu sudah memiliki wanita lain. Di balik sifat Reno yang ceria itu, ada luka yang besar banget, selain yang udah dicipatian Wanda. Tapi kamu tahu, kehadiran kamu dalam kehidupan dia itu kaya keajaiban. Kamu udah bikin dia lebih waras hidupnya,” tutur Dika panjang lebar.
Renata termenung, hidup Reno ternyata jauh lebih berat, tetapi dia berusaha membuatnya bahagia, dia luar biasa.
Tell me what do you think☺️
KAMU SEDANG MEMBACA
𝙊𝙝 𝙂𝙊𝙙, 𝙃𝙚'𝙨 𝙈𝙮 𝙀𝙭 ( 𝙀𝙉𝘿)
Romance⚠️ Low conflict Sinetron able. Not relate to anyone life. Si kolektor bedak bayi diajak jadi selingkuhan sama MANTAN kesayangan! Oh No! Terima? No Way! Dia udah jadi atasan. Tolak? Aaaa kan masih sayang😭 Iii makin hari kok makin dekat .... Stop! S...