Kuperjuangkan Rasa

1.4K 126 2
                                    

“Jo, dingin,” ucap Renata membangunkanku tengah malam. Baru kali ini aku merasakan dia berbaring sangat dekat denganku.

“Kenapa, Na?”  tanyaku, padahal menurutku udara saat ini baik-baik saja tidak terlalu dingin atau pun panas. “Aku ambilin selimut tambahan, yah?”

“Hmmm,” sahutnya tanpa menurunkan selimut dari kepalanya.

Meski tubuhku agak malas untuk bergerak, aku memaksakan diri untuk turun dan mengambil selimut tambahan dari dalam lemari, lalu aku menumpukan selimut tersebut di atas tubuh istriku.

“Udah mendingan?” tanyaku lagi.

Tidak ada jawaban, aku menyingkap selimut dari wajah Renata, wajahnya basah oleh keringat.

“Kamu nggak apa-apa kan, Na? Tanyaku panik.

Dia bangun, duduk di tempat tidur sembari memeluk tubuhnya. Ia menggunakan jaket tebal tetapi masih saja kedinginan, ini bukan pertanda baik.

“Aku ke dapur bentar deh,” ucapnya kemudian.

“Haus?” tanyaku cepat, aku melihat anggukan kecil di wajahnya. “Tunggu bentar, aku ambilin air hangat. Duduk aja di situ.”

Tidak ada penolakan keras kepala yang kerap kali dia tunjukan padaku selama ini. Sumpah demi apa pun, aku tidak menyukainya demikian.

Kamar kami ada di lantai dua, aku harus turun menggunakan angga spiral abu-abu untuk turun ke daur dan mengambil air dari dispenser. Satu gelas penuh aku bawakan untuknya.

Renata hanya minum beberapa teguk lalu kembali membenamkan diri ke dalam selimut.

“Jo, aku masih kedinginan, boleh meluk kamu nggak?” katanya pelan, nyaris berupa bisikan.

Sontak aku menerima dengan baik ajakan itu, aku masuk ke dalam selimut, dia melingkarkan tangan di pinggangku lalu merapatkan kepalanya ke dadaku. I waiting this moment for long time. Aku mengecup keningnya, tidak pernah berjerawat dari dulu, sewaktu SMA, aku selalu mencium bedak bayi yang biasa dia pakai,  dia jarang sekali memakai parfum untuk lotion seingatku dia senang sekali menggonta-ganti merek, tetapi ujung-ujungnya, dia akan kembali pada satu merek yang sama. Sampai saat ini pun, aku hanya melihat satu botol bedal bayi dan hand body lotion di meja riasnya sedangkan kosmetik lain masih tersimpan di dalam pakaiannya. Untuk pakaian, aku masih ingat kaos abu-abu yang aku belikan untuk kado ulang tahunnya, sudah sangat kusam tetapi masih dia simpan. Aku mengenal Renata dengan sangat baik, terlalu baik dan aku sadar kesalahan yang sudah aku lakukan padanya.

Seandainya, takdir kami berbeda, maksudku saat dia harus bersama Reno aku sama sekali tidak keberatan karena aku tahu Reno pria yang baik yang pernah aku temui, mereka pantas untuk bahagia, tetapi saat mendengar kabar mengenai kondisi kesehatan Reno, aku terkejut dan tidak dapat percaya, karena itu lah aku menyusulnya sampai ke New York, memintanya untuk kuat agar bisa bersama dengan Renata dan membuatnya mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Namun, saat itu, Reno mengatakan satu hal padaku.

“Jo, aku sengaja nggak ngabarin Renata, aku pengen dia kuat menjalani beberapa bulan ini tanpa aku, jadi saat dia tahu mengenai aku, dia sudah terbiasa,” pesan Reno dulu.

“Dan aku juga ingin kamu temani dia di saat dia rapuh. Jo, dia udah pernah nagisin kamu, jangan pernah lukain dia lagi. Aku percaya saat kamu memintanya kembali, mungkin rasa itu udah ilang, tetapi mengingat penantian panjang yang dia lakuin cuman buat kamu, aku percaya dia bisa mencintai kamu lagi. Aku nggak pernah nemuin gadis kaya dia sebelumnya, dia itu pandai sekali mengubah rupa dalam kekalutan hatinya. Jo, jujur aku berterima kasih banget sama Tuhan, udah diberikan momen bersama dia walau hanya sekejap. Aku nggak ingin ngejalin hubungan sebelumnya setelah aku tahu kalau nasib aku pada akhirnya akan seperti ini, tapi mengenal Renata membuat aku kesulitan menutup pintu dan hanya bisa membiarkan dia masuk memberi warna baru dalam hidup aku. Kamu mengenal dia lebih dulu, aku nggak mau sok tahu tentang dia, karena bagi aku Renata adalah Renata yang aku kenal selama kami bersama. Jaga dia Jo, karena bisa aku lihat dari mata kamu, kalau kamu masih sayang bangetkan sama Renata?”

Saat itu aku terlalu merasa bersalah  untuk segera menjawab kalau perasaanku pada Renata yang masih berstatus kekasihnya masih sama tidak pernah berubah dari dulu, 288 jam satu atap dengannya tetapi tidak bisa berbicara meski saling bertemu adalah siksaan terbesar.

Reno memaksaku mengatakan kejujuran dan aku mengatakan dengan penuh emosi kalau aku memang sayang sama kekasihnya, lalu Reno bilang, “aku senang mendengarnya, jadi aku bisa pergi dengan tenang karena kamu yang dibutuhkan Renata sebagai penyembuh.”

Meski aku tidak mengerti bagaimana jalan pikiran Reno sebenarnya, tetapi aku percaya dia tahu bagaimana cara yang tepat untuk menguatkan Renata, terbukti dia tidak begitu larut dalam duka, dan tetap menjalani hidup sesuai pesan terakhir dari pria yang pernah dia cintai, bukan masih sangat dia cintai dan aku akan melakukan apa pun untuk membuatnya kembali mengakui aku dalam hatinya.

^^^^^^^^

𝙊𝙝 𝙂𝙊𝙙, 𝙃𝙚'𝙨 𝙈𝙮 𝙀𝙭 ( 𝙀𝙉𝘿)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang