21 : Ngodein Pasutri Gila

32.6K 4.3K 770
                                    

Revisi ✓

Selamat membaca ❤️

•••

21 : Ngodein Pasutri Gila

Setelah kejadian siang tadi, Flori sangat merasa bahagia. Flori berada di kamarnya, dia sedang melihat matahari senja dari jendela kamarnya.

Senyum Flori yang manis mengembang indah, wajah pucatnya terpapar cahaya matahari senja.

"Hai senja, mungkin aku akan pergi besok? Mari kita buat kenangan bersama. Ah entah kapan aku akan pergi meninggalkan dunia."

Angin menerpa kulit Flori dan itu menyebabkan rambut Flori bergerak terbawa angin. Flori memejamkan matanya, dan saat itu pula setetes air mata jatuh dari pelupuk mata Flori.

"Senja ... kau matahari. Sebuah bintang paling besar yang dimiliki angkasa. Apa kau bangga pada dirimu? Apa tujuanmu membagi dirimu menjadi pagi, siang, dan sore? Bukankah kau memiliki alasannya? Begitupun aku, aku juga memiliki alasan mengapa aku lebih memilih sore mu dari pada pagi mu dan siang mu. Karena sore mu akan menyambut datangnya sebuah rembulan yang indah."

Flori membuka matanya, bibirnya masih menyinggung senyum manis di wajahnya. Flori sedikit terkekeh mengetahui tingkahnya sendiri yang aneh ini.

"Apa ini yang namanya kenangan? Mengapa aku begitu bodoh? Hei bintang paling besar di angkasa! Jangan biarkan rembulan redup, karenamulah sebuah rembulan hidup."

•••

Di kamar Flian, dia perlahan membuka matanya, kepalanya sedikit berdenyut. Flian mengusap wajahnya yang terasa seperti dia telah menangis. Sedikit memori tentang 'mimpi' siangnya lewat begitu saja di kepalanya.

"Kenapa Kau bangunkan aku? Aku sangat suka mimpi tadi ...." ucap Flian pada dirinya sendiri. Bibir Flian mengukir senyum, tapi matanya meluncurkan sebuah cairan bening.

Flian berdiri dari posisinya, kemudian berjalan menuju jendela dan membuka jendela tersebut.

Perlahan wajahnya terpapar oleh sinar senja, angin yang berhembus pelan menerpa kulit wajahnya. Flian menatap luar jendela, sekarang sudah sore?

Bahkan Flian baru menyadarinya, dia kira sekarang masih siang ternyata sekarang sudah sore. Mungkin itu karena 'mimpi' siangnya yang membuat waktu terasa lebih cepat.

Flian memejamkan matanya, membiarkan kulitnya diterpa sinar senja dan saat itu pula cairan bening meluncur dari matanya.

"Bukannya aku tak menyukaimu ... senja, kaulah sumber kehidupanku, hanya saja ... terlalu banyak cerita tentang mu dalam pikiranku. Jika sekarang 'dia' sedang menangis karena rasa sakit, aku ingin rasa sakit itu datang padaku. Jangan biarkan 'dia' merasakan sakit."

Tidak sadarkah Flian jika selama ini dialah yang membuat 'rasa sakit' yang Flori alami menjadi berkali-kali lipat?

Tidak sadarkah?

Kemana saja akal dan perasaannya pergi?

Kemana?

"Jika sekarang 'dia' sedang berbahagia, aku harap ... 'dia' akan mendapatkan sesuatu yang lebih membuatnya merasakan bahagia. Karena kebahagiaanku adalah melihat 'dia' bahagia."

Mata Flian meluncurkan sebuah cairan bening, entah cairan itu sudah meluncur berapa kali untuk hari ini. Tangan Flian menggenggam erat pegangan pada jendela, hingga membuat urat tangannya sedikit terlihat.

30 Hari Menuju Kematian [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang