02 : Kalau Mati Bilang Ya

55.7K 7.5K 628
                                    

Revisi ✓

Selamat membaca ❤️

•••

02 : Kalau mati Bilang ya

"Tapi ... keluarganya enggak tau kalau dia sudah berada di stadium 4," lanjut Dokter Riqo yang membuat Dokter Raka membulatkan matanya dan mulai menghujaninya dengan banyak pertanyaan.

Karena Dokter Raka tak setuju, mana bisa sudah berada di stadium 4 tidak memberi tahu keluarganya?

"B–bagaimana bisa? Lalu apa yang kamu lakukan? Jika keluarganya menuntutmu apa yang akan kau lakukan? Siapa nama anak itu? Lalu–" belum selesai pertanyaan Dokter Raka tapi Dokter Riqo memotong pertanyaan yang beruntun keluar dari mulut Dokter Raka.

"Stop!" ucap Dokter Riqo.

Dokter Raka diam menatap sekitar ternyata mereka berdua cukup menjadi pusat perhatian namun Dokter Raka menunduk meminta maaf kepada yang lain kemudian menatap Dokter Riqo yang nampak pasrah.

Mereka berdua diam hingga susana kantin tak seramai tadi, Dokter Riqo pun kembali memulai percakapan.

"G–gue seorang Dokter kan?" tanya Dokter Riqo menatap Dokter Raka. Dokter Raka mengangguk sebagai jawaban.

"G–gue eng–gak bisa nyelametin pasien gue yang bahkan udah gue anggep sebagai anak gue sendiri. Apa itu yang di namakan seorang Dokter?" tanya Dokter Riqo yang terus menatap Doker Raka dengan matanya yang memerah karena menahan air matanya.

"Lo seorang Dokter. Lo Dokter terbaik yang pernah gue temui selama gue menjadi seorang Dokter. Lo–" belum sempat Dokter Raka menyelesaikan ucapannya tapi lagi lagi terpotong oleh ucapan Dokter Riqo.

Dokter Riqo membuang muka sedangkan Dokter Raka menatap lekat Dokter Riqo.

"Cih! Dokter terbaik yang pernah lo temui?" ucap Dokter Riqo dengan senyum mirisnya dan mengaduk-aduk makanannya tanpa ada niat untuk menyantapnya.

•••

Kini Flori sudah berada di depan rumahnya, dia memasuki rumahnya dengan senyum mengembang saat menuju kamarnya, secara tidak sengaja matanya menangkap sosok kakaknya yang sedang tertawa dengan teman temannya.

Flori yang melihat itupun turut bahagia. Walau alasan Kakaknya tertawa bukanlah dirinya. Tapi Flori benar-benar bahagia.

"Kakak," panggil Flori yang membuat Kakak laki-lakinya itu yang bernama Flian Altran Bastara, beserta teman teman kakaknya itu menoleh ke arah Flori berada.

Mata Flori dan Flian saling bertemu, Flian menatap Flori dengan tatapan permusuhan, sedangkan Flori menatap Flian dengan tatapan berharap agar kakaknya memberi pelukan hangat yang dia impikan. Flian berjalan menuju Flori dan Flori berharap jika kakaknya itu memberikan pelukan hangat.

Memang benar hidup ini terkadang tak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Buktinya Flian berjalan menuju Flori bukan untuk memeluknya melainkan untuk memberi Flori sebuah tamparan.

Plak!

Terdengar sangat kencang tamparan yang diberikan oleh Flian di pipi Flori. Flori meringis karena merasakan ngilu di pipi Flori yang mulai memerah karena rasa perih. Flori menunduk tangannya mengelus bekas tamparan dari sang kakak.

"Lian! Lo kasar amat dah, emang dia siapa lo?" tanya salah satu teman Flian yang tak terima melihat prilaku Flian.

Flian yang mendengar itu hanya tersenyum tipis, tapi terkesan manis.

30 Hari Menuju Kematian [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang