Revisi ✓
Selamat membaca ❤️
•••
20 : Mari Mati Bersama
"Heh Lo ya! Didiemin kok ngelunjak? Lu mau bikin suami gue belok? Kalau enggak laku ya jangan sama suami gue juga! Dia udah mau jadi bapak 5 anak! Cari yang lain sana!"
Itu teriakan Bela!
Dokter Riqo menjauhkan hpnya dari telinganya, sayang sekali telinganya mendengar omelan Bela di siang yang panas ini. Tiba-tiba panggilan terputus, tentu saja Bela yang memutuskannya.
"Ya ampun, ini si gila cemburu sama gue? Negatip banget pikirannya, gue jomblo juga inget gender, jahat banget sih mulutnya. Untung cewe lu, kalau cowo ... ya gak bakal gue apa-apain juga sih," ucap Dokter Riqo pada dirinya sendiri.
"Emang gue sama Bela siapa yang lebih menggoda? Ya jelas, Bela lebih menggoda ahh~," ucap Dokter Riqo, tanpa disadarinya seorang Suster memperhatikannya.
"Dokter belum belok kan?" tanya Suster tersebut. Wajah Dokter Riqo memerah akibat menahan malu, dalam hatinya dia memaki dirinya sendiri.
Dokter Riqo berdehem lalu menatap Suster yang tadi bertanya kepadanya.
"Jadi maksud kamu saya enggak normal gitu?" tanya Dokter Riqo dengan wajah seorang Dokter yang tegas dan bijaksana.
"Eh, menurut Dokter saya nuduh Dokter kalau Dokter enggak normal gitu?" tanya balik Suster tersebut, Dokter Riqo yang kesal lebih memilih meninggalkan Suster menyebalkan itu!
•••
Setelah Flian bernyanyi, dia lebih memilih untuk tidur. Sekarang sudah pukul 14:00 yang berarti kurang lebih 1,5 jam Flian sudah tertidur. Flian tertidur, tapi tidak nyenyak.
"Kalau aku pergi, apa semua akan baik-baik saja?"
Dalam tidur Flian bergerak gelisah, tangan dan kakinya memeluk erat guling yang berada di pelukannya. Keringat dingin mulai keluar dari kakinya.
"Flori ...."
"Mama ...."
"T–tante ... ?"
Mulut Flian mengucapkan kata-kata itu terus. Flian semakin mencengkram erat gulingnya.
"Flori! Flori! Flori!" Kali ini Flian berteriak sangat kencang. Pintunya yang sedikit terbuka, hingga suaranya sampai keluar kamarnya.
•••
Bi Ani dan Flori baru sampai di rumah dan mereka di kejutkan oleh suara teriakan Flian dari kamar atas. Pelayan-pelayan yang lain juga mendengan suara teriakan itu, hanya saja mereka tidak berani berbuat apa-apa.
Flori dan Bi Ani berlari menuju kamar Flian. Saat sudah berada tepat di depan kamar Flian baik Bi Ani maupun Flori berhenti.
"Non ...." suara Bi Ani sedikit bergetar karena rasa bimbang.
Flori menatap Bi Ani kemudian memberi sebuah anggukan kepala. Tangan Flori dengan perlahan mendorong kenop pintu sepekan mungkin supaya tidak menimbulkan suara. Bi Ani sedari tadi hanya diam.

KAMU SEDANG MEMBACA
30 Hari Menuju Kematian [✓]
Fiksi RemajaFlori dan Flian Si pecinta senja, dan si malam yang tidak bisa hidup tanpa rembulannya. - Ini kisah Flori Altrian Bastara, 30 hari menuju kematiannya. Tidak banyak waktu yang dia miliki, tapi dia akan selalu berusaha mengambil hati Kakak dan keluarg...