Revisi ✓
Selamat membaca ❤️
•••
38 : FlashBack (Ini Rat²) 04
FlashBack On
Ratna berjalan dengan santai, saat itu dia masih SMA, kuncir dua adalah kuncir kesukaannya, dan itu juga menjadi ciri khasnya, karena dia selalu ingin dikuncir dua. Dia cantik, dan dia memasang senyum diwajahnya.
Dan itu semakin membuatnya terlihat semakin cantik, anggun, dan nampak lugu nan polos. Ratna berjalan ke arah adiknya yang nampak murung. Dia tidak tahu apa penyebabnya.
Dia duduk di samping sang adik yang bernama Ratri. Ratri menoleh ke arah kakaknya, wajahnya masih terlihat kusut, mungkin ... karena murung?
"Kamu kenapa sih?" tanya Ratna bingung. Ratri semakin dibuat cemberut oleh pertanyaan kakaknya, dia ingin kakaknya itu peka!
Tapi Ratna belum peka-peka, jelas-jelas dia tadi ribut oleh sang ayah karena dia menginginkan gulali tapi tidak di izinkan oleh sang ayah, karena takut sakit gigi dan dia juga sering memakan makanan manis.
"Bodoamat! Enggak peduli!" ucap Ratri kesal dengan membuan mukanya.
Bagaimana tidak kesal coba, kakaknya itu baru saja selesai makan coklat, dan dia juga ingin makan itu. Ya dia memang sedang sakit gigi ... tapi itukan semalem udah sembuh.
Pagi ini sudah sehat, dan dia ingin makanan manis.
"Aih, pasti gara-gara coklat ya?" tanya Ratna. Ratri sedikit melirik ke arah Ratna yang sedang menahan tawa. Ratri kembali membuang wajahnya.
Dia kesal!
Dia kesal!
Dia hanya ingin makan manis apa susahnya?
"Aku ada permen susu dikamar," ucap Ratna.
Ratri langsung menoleh ke arah kakaknya, benarkah? Mata Ratri memancarkan sebuah keinginan dan juga permohonan, jika dia ingin permen susu yang dimaksud oleh kakaknya itu.
"Mau, tapi Kakak jangan kasih tahu Ayah sama Mama," pinta Ratri memohon. Ratna mengerjakan matanya beberapakali.
Apa dia salah bicara? Dia kan sedang berbohong tadi, lalu sekarang apa yang harus dia lakukan?
"A–ah i–itu ... maaf ya, tadi itu boongan. Hehehe," ucap Ratna dengan cengirannya.
Wajah Ratri berubah datar yang memendam rasa kesal. Dengan cepat dia memunggungi sang kakak, dia sedang kesal dengan ayahnya, sekarang juga ditambah dengan kakaknya!
Itu menyebalkan.
"Ratri ... jangan marah ya, ehehe," bujuk Ratna. Ratri hanya memutar bola matanya sebal, kesal, serta bosan menjadi satu. Ratri hanya menghela napas, kemudian posisinya kembali seperti semula.
"Kak, kalau suatu saat nanti Ratri pergi gimana?" tanya Ratri. Ratna mengernyitkan dahi, dia bingung. Memangnya adiknya ini akan pergi kemana?
Pikirnya. Ratri menghela napas lelah. Dia tidak tahu mengapa tiba-tiba dia membicarakan tentang kepergian.
"Kamu mau pergi kemana?" tanya Ratna. Ratri menggeleng lemah. Entah mengapa ... dia merasakan sesuatu yang tidak enak, mungkin ... ajalnya sudah mendekat?
Ratna hanya berdecak kesal dan menganggap bahwa adiknya itu tidak jelas!
"Eh ya Rat, nanti kamu kalau udah gede mau jadi apa? Dulu kamu jawab mau jadi dokter, sekarang mau jadi apa? Siapa tahu cita-cita kamu berubah," tanya Ratna mengeluhkan topik yang tidak jelas tadi.
Ratna juga sedang menyusun masa depannya, dan dia jadi kepo bagaimana kedepannya nanti keinginan masa depan adiknya.
Ratri terdiam, dia memikirkan ucapan sang kakak, tiba-tiba matanya melihat seorang ibu yang sedang menggendong anaknya yang menangis.
Ratri sangat suka anak kecil, entah karena apa. Intinya dia sangat amat merasa bahagia jika dia berada disekitar anak kecil.
"Aku mau jadi seorang ibu yang baik," jawab Ratri tiba-tiba. Ratna hanya mengangguk pertanda dia mengerti. Tapi entah mengapa pikirannya seola-seolah menolak jawaban itu, tapi juga ... mengapa hatinya seolah memaksa dirinya menerima jawaban itu.
Toh, semua wanita itu harus dan wajib menjadi ibu yang baik kan?
"Kau kalau udah lulus, enggak mau kerja gitu? Atau mau langsung nikah, trus punya anak?" tanya Ratna masih dengan rasa penasarannya.
Ratri kembali berpikir, dia bertanya kepada dirinya sendiri, dia mau kerja apa nanti?
Pikirannya hanya berpikir setelah lulus sekolah dia akan mencari suami, lalu membuat anak, menghabiskan uang suaminya, setelah itu perutnya buncit dan melahirkan. Setelah itu ... dia, anaknya, dan suaminya akan menjadi keluarga yang bahagia.
Tidak apa-apa jika wanita tidak bekerja. Karena yang 99% harus dan wajib bekerja itu adalah pria, karena seorang pria nanti harus menjadi kepala keluarga dan menafkah kan keluarganya. Sedangkan wanita tidak harus bekerja, tapi wanita itu harus berpendidikan supaya bisa mengajari anaknya kelak.
Dia ... tidak salahkan?
"Gak ah males capek. Yang kerja itu suami, aku mah cuma nunggu di rumah sambil makan coklat," jawab Ratri santai. Ratna memutar bola matanya malas.
"Kak, nanti kalau aku punya anak, aku mau punya anak yang nantinya mau kasih nama yang mengandung arti bunga," ucap Ratri. Ratna nampak berpikir, nama anak yang mengandung arti bunga yang bagus itu apa? Itulah yang dia pikirkan.
"Anggun?" tanya Ratna memberi saran.
"Anggun itu bukan bunga! Ih kesel! Aku mau permen!" ucap Ratri menatap kesal ke arah sang kakak. Ratna mengerjakan matanya beberapakali, apa hubungannya rasa kesal sama permen?
"Gak! Nanti aku yang diomelin Ayah! Ya udah bukan anggun berarti ...." Ratna sengaja menggantung ucapannya. Sedangkan Ratri masih setia menunggu ucapan selanjutnya.
"Berarti?" tanya Ratri.
"Bangke!" ucap Ratna setelah itu dia tertawa terbahak-bahak saking lucunya melihat wajah kesal sang adik.
"Nasib punya Kakak bloon ya kayak gini ...." lirih Ratri. Ratri memang melirih, tapi tetap saja penuh dengan sindiran. Ratna masih saja tertawa.
"Dih bener kan! Kalau bangke itu bunga! Ada bunga yang namanya bunga bangke," ucap Ratna membela dirinya . Ratri melirik kesal ke arah kakaknya.
"Aku bilang itu nama yang memiliki arti bunga! Bukan nama bunga!" jelas Ratri masih dengan wajah kesalnya.
"Mending kalau ngasih sarannya itu mawar atau melati. Lah ini, bangke," lanjutnya masih dengan nada dan raut wajah yang kesal.
•••
Direvisi : 14 Juni 2021
See you ✨
Vote, Comment, and Share ❤️
Follow :
Instagram :
@story.kisamy
KAMU SEDANG MEMBACA
30 Hari Menuju Kematian [✓]
Ficção AdolescenteFlori dan Flian Si pecinta senja, dan si malam yang tidak bisa hidup tanpa rembulannya. - Ini kisah Flori Altrian Bastara, 30 hari menuju kematiannya. Tidak banyak waktu yang dia miliki, tapi dia akan selalu berusaha mengambil hati Kakak dan keluarg...