Revisi ✓
Selamat membaca ❤️
•••
31 : Tidak Bisa Memilih
"Lo sembunyiin fakta yang seharusnya gue tahu, dan ... yang gue maksud pasien tangguh Lo itu ponakan gue sendiri ... Lu bisa ngebayangin kalau lu ada di posisi gue?" tanya Dokter Raka dengan wajah tak percaya.
Dokter Raka dengan cepat menghapus air matanya yang jatuh. Dokter Riqo masih diam tak bersuara, masih meratapi rasa sakit di pipinya itu.
"Om ...." gumam Flori masih dalam keadaan terkejut. Bi Ani juga sama seperti Flori, Bi Ani bahkan lebih terkejut karena kehadiran Dokter Raka yang dia tidak sadari.
Mengapa dirinya begitu bodoh?
Dokter Raka menoleh ke arah Flori yang masih dalam mode terkejut. Dokter Raka terkekeh miris.
Bahkan masih ada yang lebih sakit dan menderita lebih dari dirinya.
Ridwan memang tidak pernah berubah.
Pembunuh tetaplah seorang pembunuh.
"Si sialan Ridwan kembali berulah ternyata," ucap Dokter Raka dengan seringainya, terlihat seperti seorang psikopat.
Dokter Riqo menatap aneh Dokter Raka, pasalnya Dokter Raka tidak pernah seperti ini sebelumnya.
"Rak ...." panggil Dokter Riqo.
Dokter Raka menatap Dokter Riqo dengan mengangkat alisnya pertanda kalau dia bertanya.
"Lu punya kepribadian ganda?" tanya Dokter Riqo.
"Gue–"
"Mas ih! Aku kira Mas ninggalin aku," ucap Bela dengan membawa segelas air putih, wajah yang musam dan ditekuk karena dia kembali dalam mode ngambeknya. Dokter Raka tersenyum manis ke istrinya itu.
"Enggak lah sayang. Ini dia, ada Flori di sini," ucap Dokter Raka. B
ela juga bodoh baru menyadari keberadaan ponakan yang dia cari selama tiga hari penuh selama ini, dan selalu mengisi otaknya hingga penuh dengan nama Flori.
Namun ... ada yang baru Bela sadari, kenapa ... kenapa suasana disini tegang?
Bela menatap satu persatu orang, hanya suaminya yang tersenyum menyambut kehadirannya.
"K–kenapa tegang kaya gini?" tanya Bela takut-takut.
Dokter Raka menoleh ke arah Dokter Riqo dengan wajah datarnya, Dokter Riqo memberi tanda sebuah gelengan kepalanya kemudian dengan matanya dia menunjuk perut buncit Bela. Dokter Raka kembali menoleh ke arah Bela dengan senyum manis miliknya.
"Tegang? Tadi aku abis nonjok Riqo, sesuai ucapan aku tadi di depan," ucap Dokter Raka masih dengan senyumannya. Bela menyipitkan matanya, mencari kebohongan di wajah suaminya itu.
"Ck, ini airnya," ucap Bela kesal, karena sedari tadi dia membawakan gelas berisi air sesuai permintaan suaminya tapi tidak diminum sama sekali.
Dokter Raka mengambil alis gelas yang dipegang istrinya itu. Bela langsung menatap Flori yang kini tersenyum ke arahnya. Bela langsung memeluk tubuh mungil milik Flori. Tiba-tiba juga Bela menangis.
"Hiks, Lori ...." Semua tersenyum kecuali Dokter Riqo yang masih meratapi rasa sakit di pipinya. Bi Ani yang sedari tadi hanya diam, dia benar-benar bingung harus memberikan reaksi seperti apa.
Semuanya seolah terjadi begitu saja didepan matanya.
"Tante lucu," ucap Flori sedikit terkekeh lucu. Bela melepaskan pelukannya dan menatap wajah Flori yang terlihat seperti seseorang yang lelah karena menangis.
"Lori sakit apa? Hiks," tanya Bela masih dengan wajah yang mengungkapkan perasaan rindu.
Semua orang yang ada di ruangan itu terdiam kala Bela mengeluarkan pertanyaan itu, tidak ada yang menjawab, semua mulut tertutup rapat.
•••
Ratna yang sekarang posisinya entah dimana, yang pasti jauh dari putrinya itu, ada rasa jijik kala dia menyebut Flori sebagai putrinya. Ratna menggenggam erat hpnya itu, menyalurkan rasa emosinya yang kini meninggi.
Membuatnya kesal, marah, benci, tidak suka bercampur aduk di kepalanya. Saking kesalnya Ratna dia sampai melempar hp nya kesembarang arah. Dia menjadi sekesal ini kala seorang pelayan menceritakan kejadian yang terjadi dirumahnya.
"Sialan kau Raka!" ucap Ratna berteriak. Matanya menyiratkan rasa kebencian yang sangat amat pekat.
Tangannya mengepal kuat, saking kuatnya hingga kukunya sampai melukai tangannya sendiri, tangannya yang terluka mengeluarkan darah segar miliknya.
"Bajingan!" ucap Ratna kembali berteriak. Membanting barang-barang disekitarnya, meluapkan emosinya dengan cara seperti ini.
Jadi ... kalian sudah tahu bukan Flian juga sering seperti ini nurun dari siapa?
Ya, dari ibunya sendiri.
"Dan ... Dokter sialan itu ...." Ratna kembali menggeram tak suka kala otaknya memutar wajah Dokter Riqo, Dokter yang selama ini menangani Flori.
Tapi ... Flori berada di jalannya, Flori tetap memilih untuk mati dari pada bertahan. Mengingat itu seulas senyum terukir di wajahnya.
"Ugh, Flori yang malang ...." Ratna bergumam sendiri. Tapi bibirnya masih mengukir senyum bahagia.
"Kalau aku beri pilihan siapa yang akan menjadi ibumu, aku tau dia ... kira-kira kau memilih siapa ya?"
Ratna masih berucap sendiri. Tangannya mengetuk-ngetuk dagunya, seolah dia berpikir keras.
"Ah, tapi kau tidak bisa memilih. Karena dia ... sudah memilihmu," ucap Ratna kemudian terkekeh halus.
"Dan aku dengan senang hati memberimu padanya. Ah ... apa dia selalu disamping mu?" gumam Ratna.
"Dia memang selalu berada di sampingmu sayang ...." Ratna tersenyum membayangkan bahwa 'dia' selalu berada di samping Flori. Ratna mengeluarkan ponselnya dan mulai menelpon seseorang.
"Hello Bibi ...."
•••
Direvisi : 14 Juni 2021
See you ✨
Vote, Comment, and Share ❤️
Follow :
Instagram :
@story.kisamy
KAMU SEDANG MEMBACA
30 Hari Menuju Kematian [✓]
Teen FictionFlori dan Flian Si pecinta senja, dan si malam yang tidak bisa hidup tanpa rembulannya. - Ini kisah Flori Altrian Bastara, 30 hari menuju kematiannya. Tidak banyak waktu yang dia miliki, tapi dia akan selalu berusaha mengambil hati Kakak dan keluarg...