09. Lelah

57 22 0
                                        

Bagi mereka yang kerap merasakan lelah, pasti tahu bahwa sebenarnya lelah hati bisa lebih menyiksa dari lelah diri.

●○●○●

Adya menatap sendu Aji dan teman-temanya yang berjalan cukup jauh di depannya. Sejak kejadian kemarin, sikap cowok itu berubah drastis padanya. Salah satunya, tidak berbicara sama sekali padanya meski duduk bersampingan. Padahal biasanya, jangankan tidak berceloteh, tidak melirik beberapa menit saja sepertinya Aji tidak bisa.

Jika ada yang bertanya apakah Adya sudah minta maaf, jangan ditanya lagi! Cewek itu sudah melakukan banyak cara agar Aji mau memaafkannya. Dimulai dari, kemarin malam mengirimi chat yang isinya penjelasan dan permintaan maaf, menelpon tak terhitung, meminta maaf secara langsung dan mencoba mengajaknya berbicara di sekolah. Namun sayangnya hasil dari semua usahanya itu ... nol besar.

Adya mengerti, di posisi Aji saat ini memang tidak mudah untuk memaafkan begitu saja. Ada kecewa yang terlebih dahulu harus terobati.

"Lo ada apa sih sama si Aji? Kok kayak lagi marahan gitu," tanya Asyila yang berjalan di samping Adya. "Kayak ada apaaa gitu, diem-dieman gitu. Apa sih, Dya? Kepo gue." Ia menoleh pada Adya. Dan benar saja, perempuan itu tengah melamun sampai tidak mendengar suaranya. "Dya!" Sengaja, ia berteriak tepat di telinga Adya.

Adya terperanjat kaget, lantas mengelus-elus dadanya. "Gila ya, lo? Mau bunuh gue?!" makinya. Tak lupa, ia juga meniup-niup telinganya yang terasa pengang. "Dikiranya lo punya suara lembut apa?! Maen teriak di telinga gue!"

"Ya ... sorry. Abisnya lo malah ngelamun," jawab Asyila sok acuh.

Adya mendesis geram. Ia ingin kembali memaki Asyila, tapi suara dering ponsel milik gadis itu malah menghadangnya.

"Eh, Dya! Si Zura nih! Katanya lo mau kasih wejangan buat nih anak." Asyila menoleh pada Adya dengan sorot mata menggebu-gebu setelah melihat ponselnya.

Adya lupa dengan niat awalnya untuk memaki Asyila lagi, dan melangkah lebih dekat pada cewek itu. "Angkat, angkat," instruksinya.

Asyila menurut dan mengklik tombol hijau.

"Hallo! Tarik sis!" Sedikit informasi, Zura lebih bobrok dari Asyila.

"Smong ...."

"Ih, lo! Jangan disahutin!" potong Adya berbisik.

Asyila malah terkekeh sambil menutup mulutnya. "Refleks gue," balasnya ikut berbisik.

"Smongko, gitu! Gimana sih?! Kudet banget!"

Asyila memberikan ponselnya pada Adya. Jika ia yang berbicara, jatuhnya bukan wejangan, tapi makian. "Silahkan, Mbak Adya Shihab."

"Ke mana aja lo, Ra?" Adya mengawalinya dengan basa-basi.

"Eh! Kok malah suara si Adya?! Ke mana si Asyilong?!" Jeda sejenak. "Astaghfurullah, ya Allah! Lo mau ceramahin gue, ya? Ampun! Gue baru bangun tidur. Byeee! Ceramahnya besok aja! Gue matiin telponnya!"

-----

Adya memasuki rumahnya dengan langkah lesu. Sikap Aji yang sangat acuh padanya, sepertinya berdampak pada semangat hidupnya. Adya merasa ada yang kurang dalam hidupnya.

INSECURE [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang