13. Terimakasih

46 22 6
                                    

Senantiasa 'lah bersyukur pada Yang Maha Kuasa dan berterimakasih 'lah pada mereka yang menjadi tangan-tangan-Nya.

●○●○●

Sebagai ganti kebaikan Aji, pulang sekolah, Adya berniat mentraktir cowok itu makan sepuasnya di kafe terdekat yang sering ia datangi.

"Lo serius mau traktir gue makan sepuasnya? Nggak akan nyesel?" Sambil berjalan menuruni anak tangga menuju kelas sepuluh, Aji mengerling jahil ke arah Adya. "Gue makannya banyak lho, kalo dapet kesempatan ditraktir sepuasnya kayak gini. Bisa lebih-lebih dari lo yang mau bikin konten mukbang." Bohong, yang ia katakan itu hanya untuk menggoda gadis di sampingnya.

Adya menoleh dengan tatapan tidak percaya yang dibuat-buat. "Masa?!"

"Bodo!" Aji memalingkan wajahnya karena Adya malah meresponnya di luar ekspektasinya. Sepertinya gadis itu benar-benar berniat mentraktirnya. Tidak ada keraguan sama sekali.

Adya tertawa. Dari pagi 'pun, tepatnya semenjak kejadian tadi pagi, ia menjadi suka sekali tertawa dan tersenyum. Tidak seperti biasanya. Cepat kesal atau bad mood jika berbicara dengan Aji yang senang menjahilinya.

Dari situ, Aji tahu jika dirinya amat berhasil. Tidak sia-sia dirinya berjuang mendaftarkan Adya pada jam dimana orang-orang tengah lelap-lelapnya tertidur. Namun, kini ia malah ingin melihat Adya marah dan memaki-makinya. Rasanya ada yang kurang jika cewek itu berprilaku baik.

Akhirnya, ia kembali menoleh pada Adya saat mereka sudah sampai di koridor kelas sepuluh. "Nanti lo ikut makan juga yang banyak! Biar cepet gendut," ujarnya sengaja ingin memancing ekspresi Adya yang sangat disukainya. "Jangan cekinggg mulu. Bosen gue liatnya. Gada enak-enaknya buat dipandang." Ditatapnya Adya yang mulai menatapnya dengan sorot mata tak percaya.

"Maksud lo apa ngomong kayak gitu?!" Adya menghentikan langkahnya dan menatap Aji tajam. Sekarang, ia tidak dapat menahan emosinya. Yang Aji katakan barusan adalah salah satu hal tersensitif dalam dirinya. "Apa ha?!"

Aji terbahak, merasa menang. Lantas tanpa memperdulikan Adya yang seakan ingin menelannya hidup-hidup, ia merangkul bahu cewek itu menuju parkiran sekolah. "Sebenernya, gue lagi ogah makan-makan, Dya. Udah mainstream soalnya," ungkapnya yang sebenarnya sudah ingin ia utarakan sejak tadi namun tak enak hati pada Adya yang tampak sangat bersemangat mentraktirnya makan.

"Terus lo maunya apa?!" tanya Adya tak santai yang membuat Aji menahan senyuman gelinya. Meski kesal, ia tetap merespon karena sudah terlanjur niat ingin berterimakasih pada Aji yang menyebalkan ini.

"Jalan-jalan gitu. Berdua doang sama lo tapi."

Sejenak, Adya tampak berpikir. "Sekarang?"

"Menurut, lo?"

Adya melirik jam tangannya sekilas, lantas menjawab, "Bisa! Sekarang baru jam setengah empat. Masih ada waktu dua jam buat kita jalan-jalan."

Lengkungan indah tercetak di wajah Aji. Ini yang selama ini ia inginkan, menghabiskan waktu sore bersama Adya. Selama ini, Adya tampak terlalu sibuk sehingga dirinya tak enak hati untuk mengutarakan keinginannya. "Skuy!" Ia menggandeng lengan Adya dengan erat menuju parkiran. Tempat di mata motor metik putihnya berada.

-----

"Gue kira, mau ke bukit atau apa gitu. Eh taunya ke sini," ujar Adya dengan tatapan yang tak lepas dari hamparan luas di hadapan matanya.

INSECURE [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang