02. Nyali

156 32 18
                                        

Bukannya tak berani, bukannya tak punya nyali. Hanya saja, semuanya terasa terlalu rumit untuk dilewati ataupun dihadapi.

●○●○●

Adya mengetuk-ngetukkan pensil ke kepalanya. Matanya menyorot penuh kepada guru matematika yang tengah menjelaskan materi di papan tulis. Entah kenapa, ia serasa sulit sekali menyerap apa yang diajarkan hari ini.

"Angka sepuluh itu dapetnya dari mana, sih?" Adya menunjuk papan tulis dengan lengannya yang sebelumnya dipakai untuk mengetuk-ngetukkan pensil ke kepala.

"Tumben banget lo bingung kayak gitu, biasanya 'kan langsung paham," timpal Aji yang duduk di samping Adya. Ya, mereka duduk sebangku.

Dengan tatapan tetap terfokus ke depan, Adya menggeleng. "Nggak tau gue juga."

"Apa karena masalah kemarin, Dya?"

"Ha?!" Seketika, Adya menoleh ke arah Aji yang tengah menatapnya. "Nggak 'lah! Udah lupa gue-nya juga," sanggahnya cepat. Ia paling tidak ingin jika ketidakbisaannya dalam suatu hal disangkutpautkan dengan masalah yang menimpanya.

Aji meringis. "Kirain. Soalnya, buku sama kertas-kertas itu 'kan penting buat, lo."

Adya mendengus pelan, kemudian kembali menatap ke depan. Tiba-tiba, sebuah asumsi melintas di kepalanya. Ia mengerjap sekali dan menunduk menatap bukunya.

"Mungkin Mama sama Papa nggak mau belajar Kakak kenggagu karena hobi nulis Kakak itu."

Perkataan Rengkuh kemarin membuat Adya berpikir kali ini. Apa mungkin apa yang adiknya katakan itu benar? Apakah ketidakbisaannya menyerap materi hari ini adalah karena hobinya?

"Aw!" ringis Adya merasakan nyeri di kakinya. Ia menoleh pada Aji dengan tatapan tajam. "Sakit tau, Ji!" ucapnya kesal yang memang sudah tahu jika pelakunya adalah Aji. Siapa lagi?

"Lagian, malah ngelamun," jawab Aji santai tanpa rasa bersalah sedikit 'pun.

"Ih ...." Ucapan Adya terpotong oleh suara yang membuat gadis itu memelotot tak percaya.

"ADYA, BISA COBA KERJAKAN SOAL INI DI DEPAN?"

-----

"Tadi itu lucu banget tau, Dya!"

Adya menoleh pada laki-laki yang tengah tertawa terpingkal-pingkal di sampingnya dengan tatapan membunuh. "Ketawa aja terus!" ucapnya kesal. Bagaimana tidak kesal, Aji terus mentertawakannya karena kejadian beberapa menit lalu.

Beberapa menit sebelum bel istirahat berbunyi, Adya diminta mengerjakan soal matematika oleh gurunya di papan tulis. Adya kikuk saat itu, tidak tahu harus berbuat apa. Jangankan mengerjakannya, paham saja ia tidak.

Tapi akhirnya, ia terpaksa maju karena dorongan dari teman-temannya yang sengaja ingin membuatnya malu. Terutama Aji.

Alhasil, Adya mengerjakan dengan rumus alakadarnya yang tak sengaja melintas di kepalanya. Dan saat dicek oleh gurunya, salah total dan semua teman-temannya mentertawakannya karena tahu dari sejak awal Adya sudah tampak kebingungan.

"Udah sana pergi maen bola atau apa kek! Jangan di sini! Berisik!" usir Adya sambil mendorong-dorong bahu Aji.

"Males."

INSECURE [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang