Yedam POV
Selepas dari pemakaman gue dan Jelita kembali naik busway. Entah gue belum tahu Jelita mau bawa gue kemana.
"Jel, mau kemana lagi ini?"
"Mau makan ke resto favorit aku dan keluargaku. Siapa tahu disana ketemu ayah hehe. Soalnya aku inget banget Ayah selalu datang untuk ngecek restonya tiap tanggal 10 gini.Makanya setiap bulan kalo aku mau ke makam bunda selalu aku pasin tanggal 10 biar sekalian bisa ketemu Ayah.Tapi..." Jelita melamun beberapa saat dan tak melanjutkan kalimatnya.
"Tapi kenapa Jel?" Gue lihat tatapannya kosong. "Jel?" Gue menepuk pundaknya.
"Ahh nggak papa" Dia tersenyum paksa menanggapi gue. Gue ngerasa ada yang disembunyiin Jelita dari gue. Atau mungkin sesuatu yang memang Jelita nggak pengen gue tahu.It's okay toh gue baru pacarnya, dia juga butuh privasi kan?
Dia masih melamun. Gue berusaha membuyarkan lamunannya dengan pertanyaan soal nama Jelita.
"Btw Jel, kenapa kamu pake marga keluarga ibumu Nam Jelita?"
"Aaah itu, kebetulan ayahku juga bermarga Nam, Nam Joo Hyuk" Dia mengatakan itu sembari tersenyum sendu menatap ke kaca depan busway.
Sepertinya ada sesuatu antara Jelita dan Ayahnya. Seingat gue juga Jelita jarang banget mbahas tentang ayahnya, yang dia kata tentang ayahnya hanyalah ungkapan bahwa dia bener-bener merindukan sosok cinta pertamanya itu.
Akhirnya kita sampai di salah satu resto pinggir jalan yang sangat eksklusif baik exterior maupun interiornya bernama N(y)am N(y)am N(y)am.Gue menginterpretasi bahwa nama resto itu adalah gabungan nama dari Bunda, Ayah dan Jelita. Aihh sangat harmonis.
"Ayo dam kitaa makan" Dia menarik nafas panjang sebelum memasuki resto itu layaknya akan menghadapi kejadian yang besar. Sedari turun dari busway pun Jelita terus menggenggam pergelangan tangan gue erat banget seperti Ia takut akan sesuatu.
Kita masuk resto dan duduk disalah satu bangku yang dekat dengan kaca. Seorang pelayan datang memberi kami menu dan sebuah kertas untuk menuliskan pesanan.
"Mas tunggu, bapak Nam Joo Hyuknya ada?" Jelita menahan pelayan itu ketika Ia akan beranjak.
"Oh Bapak Namnya ada mbak, beliau baru saja datang setengah jam lalu bersama anak dan istrinya. Ada yang bisa saya bantu?"
"Anak dan istri?" Gue membatin. Apakah Ayah Jelita menikah untuk yang kedua kalinya.
Apalagi ini kenapa gue seperti benar-benar tidak bisa menebak Jelita. Apa yang diperlihatkannya ke gue selama ini sama sekali tidak membuat gue kepikiran kalo dia selama ini jauh dari keluarganya.
"Apakah saya bisa bertemu dengan beliau, ada hal penting yang perlu saya sampaikan"
"Sebelumnya hal penting itu mengenai apa ya mbak? biar saya enak kalau menyampaikan pada beliau" kata pelayan itu sangat sopan.
"Keperluan kerjasama dengan resto ini, saya Lita dari Hotel Ibis." Jelita bohong, tapi entah apa motifnya.
Gue yang ingin bertanya apa maksud Jelita langsung mengurungkan niat karena dia seolah menunjukkan ekspresi bahwa gue harus nunggu aja dan dia akan jelasin nanti.
Jelita duduk dengan keringat dingin dan tremor. Dia terlihat sangat gugup seperti akan ketemu presiden.
"Selamat Siang Mbak Lita ada yang bisa saya bantu?" sapa seorang lelaki jangkung yang mengenakan jas. Ia terlihat seumuran bokap gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Voices - Bang Yedam
Fiksi Penggemar"Halah lo tuh cuma suka sama gue sebagai fans bukan suka sama gue yang ngarah ke hubungan cowo dan cewe yang sesungguhnya iya kan? palingan kalo lo beneran gue pacarin juga gak bisa nerima gue apa adanya kalo lo tau semua tentang gue?" tegas Yedam s...