16. 🍂 KARIN PROJECT

32.5K 4.1K 73
                                    

Mas Bram sibuk dengan ponselnya saat kami memilih duduk di salah satu sudut coffeeshop bandara Juanda terminal dua.

Mas Bram sibuk dengan ponselnya saat kami memilih duduk di salah satu sudut coffeeshop bandara Juanda terminal dua

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari ini dia harus berangkat ke Singapura, tanpa Bu Titi. Jam di pergelangan tanganku menunjukkan pukul delapan pagi lewat lima belas menit, aroma kopi dan roti menguar memenuhi cafe kecil tempat kami menghabiskan waktu.

"Malik dan Syahran nggak ikut?" tanyaku ketika dia sudah meletakkan ponselnya di meja.

"Kalau berangkat sama mereka, aku jadi gak bisa berlama-lama denganmu di sini." Matanya menatapku lembut.

"Gombal," protesku cepat, kualihkan perhatian pada dua orang lelaki yang masuk ke dalam coffeshop. Mencoba tak menunjukkan wajahku yang mulai merona.

"Tapi kamu suka kan?"

"Nggak tuh."

"Bohong itu dosa lho Rin."

"Apa sih Pak?!"

Mas Bram tertawa kecil. Usahaku sia-sia, pipiku sudah bersemu merah gara-gara gombalannya.

"Syahran dan Malik lagi banyak kerjaan di kantor, lagipula ini klien VIP nya Bu Titi, sebelum teken kontrak biar ku handle lebih dulu. " Mas Bram menyesap kopinya, "Besok jadi cari peningset di mana?" tanyanya kemudian.

"Di Surabaya deh kayaknya Mas, Meysa uda balik, jadi kayaknya sama Bulek Rus dan Ammar saja, pinginnya ngajak Ummi, tapi takut beliau kecapean, akhir-akhir ini wasirnya kambuh. "

"Linda?"

"Jangan. Kasihan anak-anaknya, Fahmi juga seminggu dinas luar kota."

"Ohw." Laki-laki di hadapanku manggut-manggut, "Kamu sudah lihat-lihat model cincin?"

"Uda, nanti nunggu Mas balik dari Singapura saja kita ke sana, tokonya di Surabaya aja kok. Aku baru lihat-lihat katalognya di internet."

"Oke." Dia menyesap kopinya lagi.

Mataku terus menatapnya, dilihat dari atas sampai bawah, Mas Bram memang menarik. Postur tubuhnya tinggi, penampilannya selalu rapi dan wangi. Badannya tegap, hasil rutin berolahraga. Hidungnya mancung dan punya senyum yang bisa bikin hati perempuan meleleh. Aku jadi teringat cerita Linda tentang masa lalu Fahmi dan berbagai model pelakor masa kini. Perasaanku jadi gak tenang.

"Mas," panggilku pelan, dia mengangkat wajahnya, "Aku pengen ngobrol banyak sama kamu."

"Ini sudah ngobrol," tukasnya bingung.

"Ngobrol dari hati ke hati,"

"Oohw, kalau sudah menikah namanya pillow talk, ayo kapan? sambil bobokan gitu?"

"Mulai, deh!!"

Dia tertawa melihat wajahku yang berlipat karena kesal. Tangannya hampir mencubit pipiku, tapi dengan cepat aku menghindar.

Jodoh Pasti Bertamu [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang