14. 🍂 Ibu Dan Keluarga Bramantyo

33.9K 4.4K 111
                                    

 

Hapus sebagian untuk kepentingan penerbitan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hapus sebagian untuk kepentingan penerbitan.

Segar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Segar.

Mobil hitam elegan ini memasuki sebuah gang bertuliskan kembang sore, sedikit lurus lalu masuk ke halaman rumah yang sangat luas. Dengan pagar tembok warna putih separuh badan. Halamannya yang luas tertutup rumput hias secara menyeluruh, ada beberapa pohon mangga dan tanaman hias lainnya.

Rumah lantai satu itu bergaya kolonial dengan banyak jendela besar berwarna putih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rumah lantai satu itu bergaya kolonial dengan banyak jendela besar berwarna putih. Tidak terlalu besar namun berdiri kokoh di tengah-tengah halaman yang luas. Ada kursi taman di halamannya, tempat yang asyik untuk bercengkrama sambil ngopi di pagi ataupun sore hari.

Sementara tak jauh dari rumah Induk, berdiri bangunan baru yang berjajar dengan banyak pintu, sekali lihat aku bisa menduga kalau itu kos-kosan yang terpisah dari rumah induk namun masih satu halaman. Dua pintu terbuka, pintu yang lain tertutup, ada sepasang suami istri sedang duduk-duduk di teras kosan.

"Rumah Mas Bram asyik banget." Mey sudah heboh sendiri, turun dari mobil sibuk dengan ponselnya. Berkali-kali selfie.

"Kalau kamu lagi pusing di Jakarta, bisa refresing ke sini, nggak usah nyewa villa. Tapi ada syaratnya." Mas Bram membuka bagasi belakang dan mengeluarkan gawanan dari Ummi.

"Apa syaratnya Mas?" Mey ikut membantu setelah memasukkan ponselnya ke dalam tas.

"Mbakmu sudah resmi jadi orang sini."

"Woyajelaaaaasss!"

Mey mengacungkan dua jempolnya dengan tertawa. Astaga, aku hanya bisa geleng-geleng kepala. Mematut sejenak tunik biru mudaku yang panjang sampai bawah lutut, membetulkan sebentar pasminaku lewat kaca mobil, lalu menarik napas dalam-dalam.


 

Jodoh Pasti Bertamu [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang