22. 🍂 Garis Batas

30.8K 4.1K 73
                                    

"Jadi, kamu sudah ada yang melamar?" Manik mata Puguh jatuh pada cincin di jari manis sebelah kiriku. Cincin emas bertahta berlian dengan kilau memukau.  Aku hanya menatap caffe latte dengan latte art hati bercabang dua, enggan menegaskan kembali. 

Di sebelahku, Sandra duduk tanpa bersuara, matanya sesekali melirikku, sesekali melirik Puguh. Lelaki yang hari itu terlihat sangat rapi, potongan rambutnya juga baru, terlihat lebih segar dibandingkan beberapa bulan yang lalu.

Dia bukan sengaja datang menemuiku, selepas acara seminar selama dua hari di salah satu kampus teknik di Surabaya, dia mampir. Jadi kalau toh nggak ada seminar, mungkin dia nggak datang menemuiku. 

"Cincin kamu bagus," ucapnya pelan. Kulirik cincin yang melingkar di jari manisku, cincin pilihan Mas Bram, dari sekian model yang kutunjukkan saat itu, "rupanya aku terlambat," lanjutnya dengan nada yang nyaris tak terdengar, "seperti apa dia?" 

"Dia baik," jawabku datar, mengaduk caffe latte dengan sendok kecil, membuat gambar hati yang bercabang lebur menjadi satu. "Semoga nanti kamu bertemu perempuan yang tepat ya Guh." 

Lelaki di hadapanku tak menjawab, ada kecewa di pelupuk matanya. Hening beberapa saat, hingga akhirnya dia manggut-manggut, "semoga dia juga yang terbaik untukmu."

"Aamiin."

Hening lagi. Hanya lagu surrender dari Natalie Taylor yang mengisi jeda diantara kami. Aku ingin pembicaraan ini segera selesai, bukan karena takut kisah lama bersemi kembali, bukan. Tapi aku masih malas bertemu dengannya. Tapi, betul kata Mas Bram, kalau tidak dihadapi, dia akan terus datang, lebih baik jujur dan mengatakan hal yang sebenarnya. Dan disinilah kami akhirnya. Aku meminta Sandra menemaniku, setelah mendapatkan izin Mas Bram tentunya. 

Titik koma coffee jadi pilihanku, karena tak jauh dari kantor, cukup jalan kaki sebentar, sampai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Titik koma coffee jadi pilihanku, karena tak jauh dari kantor, cukup jalan kaki sebentar, sampai. Aku dan Puguh, perlu waktu untuk saling bicara satu sama lain. 

"Bapak sama  Ibu sehat?" tanyaku mengalihkan topik, menyesap sejenak caffe latte yang sudah nyaris dingin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bapak sama  Ibu sehat?" tanyaku mengalihkan topik, menyesap sejenak caffe latte yang sudah nyaris dingin. Naas, justru pertanyaanku itu awal pembicaraan menjadi lebih panjang. 

Jodoh Pasti Bertamu [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang