11. Latihan

218 45 0
                                    




.

.

.


.







Happy reading~












Panas terik sinar matahari menyapa atmosfer kota Seoul siang ini. Mungkin beberapa dari kalian akan memilih untuk beristirahat di rumah ketimbang di luar ruangan. Namun tidak untuk segerombolan pria berprofesi sebagai polisi yang usianya terbilang cukup muda ini untuk beraktivitas di siang bolong yang suhunya cukup untuk mengeringkan pakaian Haechan yang ia letakkan di teras rumahnya selama dua jam.



Di ruangan yang luasnya seperti lapangan bola di sekolah yang biasa digunakan Jeno and the geng bermain bola itu pun dihuni oleh beberapa pria yang sedang melatih kemampuannya dalam hal menembak, memanah, maupun bela diri yang berkaitan dengan profesi mereka.



Dor!



Satu tembakan diluncurkan ke arah sasaran.



"Hahh.. daritadi kenapa melesat terus sih?"



Sang pria pun kembali membidik target yang berjarak kurang lebih empat meter dari tempatnya berdiri.



Dor!



"Hhh.."



Pria itu - Doyoung - meletakkan senapannya kembali ke tempatnya dan beristirahat di bangku di pinggir lapangan yang terlindung dari sinar matahari. Ten pun menghampiri sang sohib dan dengan baik hati menyodorkan botol minum kepada pria kelinci itu.



"Cepat sekali selesainya." Ucap Ten kepada Doyoung yang sedang meminum air dengan ganasnya sampai hampir tersedak. Ten yang melihat itu pun langsung menjaga jarak dengan temannya yang sebentar lagi akan berubah menjadi maung.



"Tembakanku melesat terus.. what happen with myself?" Jawab pria itu diiringi dengan helaan nafas berat. "Apa aku memang tidak ada bakat untuk menembak?" Lanjutnya.



Ten yang mendengar nada putus asa dari rekan kerjanya itu pun spontan mengelus punggung pria itu untuk menenangkannya. Ten paham dengan apa yang temannya itu rasakan, namun ia bingung menyusun kata-kata yang pas untuk merespon hal itu. Ia bukanlah seorang psikolog yang pintar dalam menganalisis suasana hati seseorang, mengingat Doyoung selalu merubah suasana hatinya secara tiba-tiba.



"Mungkin penglihatanmu bermasalah Doy. Coba kamu sekali-kali cek ke dokter mata, siapa tahu beneran minus." Sahut Ten sekenanya.



"Bisa juga.. mungkin kalau ada waktu.." jawab Doyoung sambil menyandarkan punggungnya seraya melihat awan putih yang berjalan pelan di langit siang.



Tumben hari ini Doyoung melankolis, batin Ten. Sebenarnya ia tadi sudah bersiap akan debat dengan temannya itu, namun ia bersyukur Doyoung tidak mendebatnya seperti biasa. Entah apa yang merasuki temannya itu hingga ia jarang-jarang bersikap seperti ini sebelumnya. Jadi Ten hari ini bisa menikmati harinya tanpa asupan ceramah dari rekan kerjanya yang terkenal paling cerewet di kelompok mereka. Namun rupanya hal itu tidak berlangsung lama karena tiba-tiba saja Yuta datang dan duduk di tengah-tengah mereka sambil dengan santainya merentangkan kedua tangannya ke sandaran bangku.



"Kau harus lebih banyak berlatih lagi Doy." Ucap Yuta sambil menepuk-nepuk punggung Doyoung berkali-kali. Tidak ada yang salah dengan perkataan Yuta barusan. Ia bermaksud untuk menyemangati rekan kerjanya itu agar jangan tidak mudah menyerah hanya karena dihadapkan dengan masalah sepele (menurutnya). Namun perkataan itu membuat suasana hati Doyoung jadi bad mood terlihat awan hitam disertai petir muncul di atas kepalanya. Ten ingin sekali mengutuk temannya itu yang sekarang malah bermain ponsel tanpa mempedulikan awan di atas kepala Doyoung sudah menjadi badai ganas. Ten hanya bisa pasrah dan menikmati menit-menit damainya sebelum semuanya berubah jadi bencana alam.









Asterisk 2 || NCT WayV✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang