30. Ujian Praktik

107 26 24
                                    

Memasuki masa ujian-ujian salah satunya ujian praktik. Sudah menginjak hari keenam yang berarti tersisa dua hari lagi bagi anak-anak IPA yang mengambil lintas minat Inggris. Dikarenakan ujian praktiknya diadakan setelah writting untuk mata pelajaran inggris wajib. Walau itu berarti membuat mereka jadi berlama-lama di sekolah sampai siang. Sementara anak-anak lain di luar lintas mintas Inggris sudah pulang dari dua jam yang lalu. Tapi itu lebih mending daripada sabtu nanti bersamaan ujian praktiknya dengan fisika.

Dua puluh satu menit yang lalu, giliran kelompok Marvelyn maju. Tapi mereka berenam masih di dalam kelas, karena kelompok sedang diberi komentar akan penampilan drama yang barusan mereka perlihatkan. Lalu kedua guru itu menyuruh keenamnya keluar dari kelas dan memanggil kelompok selanjutnya. Sebelum benar-benar keluar, mereka mengucapkan terima kasih sambil tersenyum sopan.

"Akhirnya kelar!" seru Darren, "beban kita berkurang."

"Gak. Masih ada seni," celetuk Fany.

"Kez, giliran kelompok lo," kata Marvelyn pada Kezia dan dibalas anggukan oleh gadis itu. "Oke, Lyn."

Marvelyn duduk di bangku panjang dekat kelas 12 MIPA 3 yang sebelumnya diduduki oleh beberapa anggota kelompok Kezia. Marvelyn menyandarkan punggung pada tembok.

Keenan mengikut Marvelyn duduk di bangku panjang tersebut. Mengambil posisi duduk di sebelah kiri gadis itu. "Lyn, barusan gua baca line dari Kefas. Pada mau ke apartemen Kefas jam empat sore. Gak jadi jam tiga."

"Kenapa diundur?"

"Gak tau. Lagian kita semua sama-sama udah selesai, kan, gerakannya? Tinggal detail-in dan rapihin doang." Marvelyn hanya mengangguk-angguk kecil sebagai respon dari ucapan Keenan.

Kelsey yang berdiri di depan kelas, semulanya menunduk menatap ponsel. Jadi mengongakkan kepala dan menoleh ke kanan memandang Marvelyn dan Keenan yang duduk di bangku panjang. Lalu menghampiri kedua orang itu.

"Mau makan bakso gak?" tanya Kelsey, "Gavin ngajakin. Terus dia udah di sana."

"Bakso sebrang sekolah?"

"Mau di mana lagi, Lyn?"

"Siapa tau di tempat lain. Boleh, Sey. Udah jam makan siang juga. Gua laper."

"Ganti baju dulu kali. Ya, Gua, sih, gak ada masalah soalnya cuman pakai baju putih berkerah sama jeans. Gak kayak lo pake dress warna merah. Mencolok banget," cibir Keenan.

"Peran yang mengharuskan gua pakai dress warna merah ini. Kalau gak gua mana mau," kata Marvelyn menatap Keenan sinis.

"Astaga. Kalian bisa gak sih, satu hari tanpa berantem?" tanya Kelsey heran. Apa-apa bisa diributkan oleh Marvelyn dan Keenan. Meskipun itu adalah hal gak penting.

"Dia duluan!"

"Dih. Gua? Lo itu mah."

"Stop! Ayo, Lyn, ganti baju! Lo juga Keenan! Ganti baju kalau mau, kalau enggak ya udah," kata Kelsey galak.

"Galak bener ceweknya Gavin."

"Tuh Kelsey, lo liat sendiri kan?"

"Udah!"

🌞

"Gimana sih? Katanya latihan jam empat. Kenapa jadi jam dua?" protes Marvelyn, "malah lebih mundur dari jam awal yang sebelum kita kesepakatin."

"Kefas baru inget jam enam ruangannya di pake yoga," ucap Gavin.

"Yoga malem-malem? Bukannya biasa pagi?"

Matahari ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang