17. Dorongan Semangat

144 37 27
                                    

Sepulang makan malam di restoran, Keenan langsung ke atas menuju kamar. Lalu ia berjalan mendekat ke meja belajarnya. Menarik salah satu laci yang menampakkan sketchbook miliknya. Kemudian mengambil dan menutup laci tersebut. Keenan berjalan ke sisi ranjang dan duduk di sana. Ia membuka sketchbook. Mengamati lembar demi lembar. Buku tersebut sudah dimilikinya sejak awal masuk SMA.

Kumpulan Sketchbook lamanya beserta buku-buku gambar miliknya ditaruh di dalam kardus. Lelaki itu baru mengetahui sketchbook ketika duduk di bangku kelas lima SD melihat teman satu kelasnya menggambar menggunakan buku yang berbeda dari buku gambar biasanya.

Sedari kecil Keenan sangat suka menggambar. Dengan menggambar, ia menemukan ketenangan dan menurutnya hal tersebut menyenangkan. Keenan dapat menuangkan kreativitas dan mengekspresikan dirinya melalui gambar.

Keenan sempat terpikir mengambil jurusan DKV untuk kuliah nanti. Namun, ia berubah pikiran begitu mengetahui jurusan arsitekur. Keenan rasa pekerjaan menjadi arsitek lebih terjamin dan mapan dibanding menjadi desainer entah freelance, web, visual, graphic dan lain-lain. Sang papa pasti akan lebih mengijinkannya dan tidak memaksa Keenan menjadi dokter. Tetapi keinginan itu harus kandas dengan kenyataan bahwa sang papa tetap tidak merestuinya.

Bisa saja Keenan tidak menuruti perkataan pria paruh baya itu. Sayangnya Keenan akan merasa bersalah jika melawan Delon. Ia tidak mau melukai perasaan papanya. Tadi saja Keenan langsung meminta maaf karena sudah bersikap kurang ajar. Keenan membuang nafas. Lalu menutup sketchbook tersebut. Meletakkannya kembali ke dalam laci meja belajar. 

🌞

"DARREN BALIKIN KOTAK PENSIL GUE!!" teriak Fany sembari lari mengejar Darren yang tiba-tiba mengambil tempat pensil miliknya.

"Darren iseng banget," kata Caroline.

"Hati-hati pawangnya Fany marah!" seru Kelsey membuat Caroline mendongak menatap Kelsey yang berdiri di samping tempat duduknya. "Fany beneran sama Ale?" Kelsey mengangkat bahu. "Gak tau. Mungkin."

Kondisi kelas 12 MIPA 3 ramai dikarenakan guru kimia yang mengajar mereka tidak masuk hari ini. Mereka diberikan tugas yang akan dikumpulkan di akhir pelajaran. Marvelyn yang baru mengerjakan dua nomor dari sepuluh nomor membuang nafas kasar. Gadis itu menaruh pipi sebelah kanannya di atas buku sembari memajukan bibir bagian bawah.

Posisi kepala Marvelyn menghadap ke sisi kiri, otomatis mata gadis itu memandang Keenan yang duduk persisi di sebrangnya. Yang dipandang sibuk mengambar sesuatu di atas selembar kertas. Penasaran dengan apa yang digambar Keenan, Marvelyn berdiri dari duduk dan mendatangi Keenan. Berdiri di samping meja lelaki itu. "Gambar apaan?" tanya Marvelyn membuat Keenan yang menunduk jadi mendongak menatap gadis itu. "Gak punya mata buat lihat?" Lalu melanjutkan kegiatan menggambarnya.

Marvelyn mendecih. Ia menggerakan tangannya sengaja menyenggol tangan Keenan hingga membentuk coretan panjang pada gambaran lelaki itu. Membuat Keenan menatap kesal Marvelyn. "Lyn, lo sengaja banget, ya! Gak tau kalau gua susah-susah gambar gedung ini?!" protes Keenan.

"Siapa suruh nyebelin."

Keenan mendengus. Lelaki itu kembali menunduk. Menghapus coretan panjang tersebut dan memperbaiki bagian yang terhapus.

"Btw, gambar lo bagus."

"Dah tau," sahut Keenan judes.

"Ck. Iya, iya. Maaf deh. Tapi serius gambar lo bagus. Lo gak pernah kasih unjuk semua gambaran lo ke bokap lo? Mungkin aja dengan cara itu, dia bakal pertimbangin lagi?" kata Marvelyn menyarankan.

Matahari ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang