^Aalona Brielle^
_____________________________________Perlawanan yang ia lakukan, membuatnya berakhir mendapatkan kekerasan. Sakit, ia berusaha menahannya. Perih, bahkan air matanya tak berhenti jatuh.
Tidak ada yang bisa dia lakukan selain hanya menangis dan membiarkan laki-laki bajingan itu menjamah bahkan menikmati setiap jengkal tubuhnya. Tidak pernah terbayangkan oleh Aalona, bahkan terlintas sedikit pun tidak, jika dirinya akan berakhir seperti itu.
Pelecehan seksual. Kata tersebut biasanya hanya Aalona dengar dari berita dan pembicaraan orang-orang. Hanya berharap jika ia dijauhkan dari hal tersebut. Namun kini, malah dirinya yang menjadi salah satu korban.
Aalona bisa merasakan betapa sakitnya, betapa pedihnya, betapa hancurnya hati dari korban pemerkosaan. Aalona merasa seperti dunia sedang menjauhinya. Aalona seolah merasa sedang sendirian, tidak ada yang bisa menolongnya.
"Selesai lo pakai baju, pergi dari sini."
Aalona tersentak mendengar itu. Suara berat dari laki-laki berengsek yang baru saja menodai Aalona. Laki-laki tidak punya hati yang tanpa perasaan tega menggagahi seorang perempuan tak bersalah.
Aalona memandangi punggung Louis yang berjalan keluar kamar dengan sendu. Pandangannya buram karena pelupuk matanya yang penuh akan air mata. Sudah satu jam lebih air mata itu tak berhenti turun, segitunya Aalona sangat bersedih dengan apa yang terjadi padanya.
Suara yang tadinya ditahan dan hanya dikeluarkan pelan-pelan, kini lepas juga. Aalona melepaskan sesaknya sejak tadi. Suara tangisnya yang begitu lirih terdengar rapuh. Perempuan itu bahkan sampai sesenggukan sulit berhenti. Aalona benar-benar sakit.
"Mama..."
****
"Ya udah, kamu di rumah baik-baik ya. Kalau ada apa-apa, telepon Mama."
"Iya, Ma. Mama hati-hati di jalan, jangan lupa makan."
"Iya, sayang. Mama pergi kerja dulu, ya."
Aalona memandangi ibunya yang berjalan menjauh, menunggu sampai ibunya sudah menaiki motor ojek pengkolan.
Setelah memastikan ibunya pergi, Aalona masuk ke dalam rumah dan mengunci pintunya.
Hari ini ia tidak sekolah. Dia sudah izin pada wali kelasnya jika ia tidak bisa sekolah dikarenakan sakit.
Ya, Aalona merasa tidak enak badan. Sejak kembali dari apartemen Louis semalam, Aalona merasa tubuhnya terasa sangat sakit.
Ia tidak demam, hanya tubuhnya saja yang sakit jika banyak bergerak.
Kini, perempuan itu duduk dipinggir tempat tidurnya. Menatap dirinya dipantulan cermin. Wajahnya yang sedikit pucat dan mata yang sayu. Aalona sadar dirinya sudah tidak baik-baik saja sejak hari itu.
Tanpa sadar, pelupuk matanya mulai berair.
Aalona mengangkat baju kaus yang ia kenakan, melepasnya dan hanya menyisakan bra saja.
Dengan pandangan sedikit buram, Aalona memandangi tubuh penuh lebam itu. Sakit sekali yang dirasakan Aalona ketika ia tak sengaja menekan lebam itu.
Kesedihan itu pecah. Isakan tangis terdengar begitu rapuh, sama seperti keadaannya saat ini.
"Apa yang harus aku lakuin?"
Pertanyaan itu, sering sekali Aalona ucapkan. Namun, jawabannya tak kunjung didapati. Hah... Tentu saja tidak ada jawaban, Aalona hanya bertanya pada dirinya sendiri yang bahkan tidak tahu ingin menjawab apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aalona [Revisi]
Teen FictionHidup Aalona yang awalnya baik-baik saja bersama ibunya berubah setelah seorang laki-laki membuat masa remaja Aalona hancur. Dirinya 'rusak' saat usianya yang baru menginjak 17 tahun. *** Aalona tidak pernah menyangka jika masa-masa SMA-nya akan b...