^Aalona Brielle^
______________________________________Tiga hari berlalu cukup cepat. Sejak hari itu, tidak ada lagi ia menampakkan dirinya didepan mereka. Ia kembali menjalani hari-harinya dengan berusaha bertindak dan bersikap layaknya Aalona seperti biasa.
Tidak ada yang tahu mengenai kehamilannya itu selain Reynard dan kedua orangtua laki-laki berengsek itu. Aalona masih menutupi semuanya dari siapapun. Ia sedang memikirkan apa yang harus ia lakukan berikutnya. Menggugurkan atau melanjutkan.
Aalona tahu, keadaannya saat ini akan menghambat segala mimpinya. Tidak mungkin ia melanjutkan hidupnya dengan membawa satu nyawa baru di rahimnya. Aalona tidak mau mimpinya hancur begitu saja, walau sebenarnya mimpinya itu mungkin sudah hancur.
Banyak hal yang ingin ia lakukan. Banyak impian yang ingin ia capai. Banyak harapan yang ingin ia wujudkan.
Namun, apakah ia bisa? Apakah hari-harinya akan sama dengan semua yang sudah terjadi?
Aalona memikirkan itu semua saat ini. Duduk di bangku taman sekolah yang sepi. Ia memandangi dedaunan yang terbang diterpa angin. Sesekali tidak apa cabut jam pelajaran, Aalona ingin menenangkan dirinya.
Entahlah, otak Aalona seolah menolak semua pelajaran yang hendak masuk. Untung saja wajahnya mendukung untuk meminta izin pada guru agar istirahat di UKS. Ya... Mungkin karena Aalona terus menangis dan kurang asupan makanan, wajahnya menjadi sedikit pucat dan tubuhnya lemas.
"Na, kamu nggak apa-apa?"
Aalona menoleh, kemudian tersenyum hangat pada seorang laki-laki yang baru datang dengan nafas yang belum beraturan.
Reynard duduk disebelah Aalona. Menatap perempuan yang rapuh itu. Reynard panik ketika mendapat pesan dari Aalona, ia pikir perempuan itu kenapa-napa. Dia sampai berlari dari lantai dua ke taman belakang dengan buru-buru.
"Kamu nggak apa-apa 'kan?"
Reynard tidak lagi menggunakan kata 'lo-gue' kepada Aalona. Tidak tahu apa alasannya, tetapi dirinya seolah disuruh untuk tidak menggunakan kata itu lagi.
Sejak kejadian pengungkapan itu, Reynard seperti ingin menemani perempuan itu. Dirinya merasa ingin melindungi perempuan yang sudah sangat rapuh itu. Apalagi dengan keadaan Aalona yang sedang berbadan dua, Reynard sangat ingin menjaganya dengan baik.
"Hidup aku sekarang kaya daun itu, Rey. Terbang mengikuti angin. Pasrah dirinya dibawa kemana aja. Aku merasa kaya gitu sekarang, hidup nggak ada tujuan." Ungkap Aalona sembari melihat daun-daun kering yang terbang dilanda angin.
Reynard menatap Aalona prihatin, "tujuan hidup kamu bahagia. Kamu harus bahagia, Na." Balas Reynard dibalas senyum kecil oleh Aalona.
"Aku ganggu kamu?"
"Enggak, jam kosong di kelas."
"Gimana kabar dia?"
Reynard diam sejenak, kemudian menghembuskan napas sekilas. Selama dua hari ini, pertanyaan itu selalu Aalona lontarkan.
Reynard heran, mengapa Aalona harus menanyakan kabar laki-laki itu. Padahal laki-laki itu sudah merusak dirinya, namun Aalona selalu bersikap perhatian pada Louis.
"Dia baik. Baik banget. Semalam dia udah boleh pulang." Jawab Reynard sedikit malas membahas itu.
"Belum tahu soal aku 'kan?"
Reynard menoleh, "dia harus tahu Na—"
"Biar orang tua dia yang kasih tahu. Aku nggak mau ketemu dia." Aalona memotong kalimat Reynard yang selalu meminta Aalona memberitahu Louis keadaan Aalona.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aalona [Revisi]
Teen FictionHidup Aalona yang awalnya baik-baik saja bersama ibunya berubah setelah seorang laki-laki membuat masa remaja Aalona hancur. Dirinya 'rusak' saat usianya yang baru menginjak 17 tahun. *** Aalona tidak pernah menyangka jika masa-masa SMA-nya akan b...