"Aku terlalu lelah menggenggam tanganmu erat, sementara kau sedang berusaha keras untuk melepaskannya."
***
Langit itu tampak kosong, sama hampanya seperti yang dirasakan lelaki itu. Mata hitamnya yang segelap jelaga senada dengan gelapnya langit saat ini seolah sedang saling menggambarkan isi hati masing-masing.
"Kau tidak lelah mendongak seperti itu, oppa?"
Suara pelan gadis itu berhasil mengalihkan netranya, menatap sang gadis dengan sendu. Lelaki itu hanya balas tersenyum tipis, menggelengkan kepala sambil kembali menatap ruang hampa di atas sana.
Makan malam itu tidak bisa dikatakan lancar, seperti berhenti begitu saja. Orang tua gadis itu juga tidak tampak senang. Rasanya ia sudah mengecewakan banyak orang hari ini, sama seperti perasaannya yang kecewa.
Memang dia siapa berhak merasa kecewa?
"Kau menolongku hari ini, Jisun. Aku benar-benar tidak tahu lagi harus bicara apa kalau bukan karenamu."
"Mm.. Kau berhutang padaku, oppa."
Doyoung tertawa kecil, masih tetap lurus menatap langit itu. Ia dan Jisun sedang duduk santai di taman rumah keluarga Jisun. Udaranya cukup dingin, namun Doyoung sama sekali tidak masalah dengan itu. Ingin rasanya malam ini ia menyiksa tubuhnya sendiri.
"Aku minta maaf dengan tidak bertanggung jawab untuk malam ini.. Aku sudah berusaha, semalaman aku merasa gugup bertemu orang tuamu.."
"Oppa tidak perlu merasa bersalah.."
Seolah mereka masing-masing paham dengan suasana yang terbangun, pula apa yang hendak mereka bahas setelah ini. Mereka sangat paham itu, karenanya mereka diam sejenak memberi jeda waktu bagi masing-masing. Jisun sedang mengendalikan dirinya untuk berusaha tetap tenang, juga dengan Doyoung yang mengumpulkan keberaniannya.
"Aku boleh bertanya satu hal padamu, oppa?"
Lelaki itu menoleh, bertemu pandang dengan sang gadis yang menatapnya dengan yakin. Rasanya Doyoung tidak sanggup, menyakiti gadis yang sedang pura-pura kuat demi dirinya.
"Hari itu.. Alasan sebenarnya kau menerimaku.."
Seolah berputar kembali pada hari itu, di mana ia akhirnya menerima pernyataan Jisun yang sudah mengejarnya. Seorang Kim Doyoung yang telah menolaknya berulang kali akhirnya luluh. Doyoung menghela napasnya, membungkuk dan menutup wajahnya dengan tangan yang bertumpu pada pahanya.
"Karena... Sejeong sudah memilih orang lain.." Doyoung menarik napasnya dalam. "Aku minta maaf, Jisun-ah.."
Jisun merotasikan bola matanya, berusaha menahan air mata yang mendesak keluar. Memikirkan sebuah kenyataan yang memang sudah ia ketahui sejak lama dan kini ia mendengar langsung dari lelakinya. Hari itu saat Doyoung menerimanya, lelaki itu hanya berpikir tidak ingin sendirian sebab Sejeong yang bersama orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] 20봄 | TWENTY SPRING✔
Fanfiction[Completed] Kehadiran seseorang tak selamanya membuat mereka akan selalu di samping kita. Terkadang seseorang hadir hanya sekadar sebagai bagian dari pembelajaran dalam kisah hidup masing-masing. Seperti musim semi di mana setiap mekarnya daun dan b...