24 : Hujan dan Tetesan Airnya

204 48 21
                                    

"Sosokmu seperti embun sisa hujan pada daun pepohonan yang perlahan jatuh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sosokmu seperti embun sisa hujan pada daun pepohonan yang perlahan jatuh. Jika kau mengizinkan, bolehkah aku menggapaimu?"

***


"Kau terlihat gelisah.."

Sejeong tersentak, lalu menyimpan ponselnya. Chungha naik ke atas kasur lalu duduk di samping Sejeong yang sudah merebahkan dirinya sejak tadi.

"Kau habis pergi kencan, apa terjadi sesuatu?"

"Tidak ada, kok.."

Chungha mengangguk-anggukan kepala, ia tahu Sejeong sedang menyembunyikan sesuatu darinya. "Lalu? Apa kau jadi menceritakan soal Johnny padaku? Kau belum pernah membahasnya denganku! Dulu kau ada masalah tapi tidak menceritakannya dan hanya menumpang tidur. Kemarin juga kau lembur mengerjakan pekerjaan kantor. Jadi aku benar-benar menunggu hari ini kau tahu?"

Sejeong tertawa pelan sambil menganggukkan kepala. Ia menarik napas sebanyak-banyaknya. Untuk hal ini, ia butuh cadangan oksigen yang cukup. Ceritanya akan sangat panjang.

"Jadi.. Aku harus mulai darimana? Kau tidak mau bertanya?"

Chungha melipat kedua tangannya di depan dada sambil telunjuknya mengetuk-ngetuk dagunya berpikir keras. Apa yang harus ia tanyakan pada Sejeong?

"Mm.. Biar aku pikir-pikir?" Ia melirik Sejeong. "Tapi aku paling penasaran, bagaimana akhirnya kau menerima Johnny? Setahuku dari terakhir kau memberi kabar, kau ingin menyerah soal dia."

Ah.. itu bisa dipahami. Semenjak ia ke New York, ia sangat tertutup soal banyak hal, bahkan itu berlaku pada keluarganya sendiri. Tidak ada orang yang ia jadikan tempat bercerita, kecuali Doyoung. Itu saja tidak semua juga ia ungkapkan.

"Tapi kau harus janji untuk tidak marah waktu mendengarnya.."

Chungha mengangguk mantap sambil mengangkat satu tangan seolah telah bersumpah. Sejeong terkikik pelan, kembali menarik napas sebanyak mungkin untuk menjelaskan.

"Johnny orang yang baik. Sejak dulu. Apa aku perlu menjelaskannya? Tidak perlu, kan? Kebaikannya tidak jauh berbeda saat kau melihatnya sendiri semasa kuliah!"

Chungha mengangguk. Sejeong juga meliriknya sesekali untuk memastikan apa Chungha memahaminya atau tidak. Ia menarik napas lalu melanjutkan.

"Anggap saja.. aku memang luluh dengan perhatiannya. Dia terlalu baik dan sejujurnya aku tidak benar-benar punya alasan untuk menolaknya. Bahkan sampai dia menyusulku ke New York. Dengan pekerjaannya waktu itu, membuat rencana perjalanan ke luar negeri bukan hal yang mudah."

Chungha membenarkan. Johnny yang belum punya pekerjaan tetap dengan penghasilan tidak menentu, tiba-tiba mendengar kabar kalau ia sudah di New York bersama Sejeong adalah hal yang mengejutkan. Pasti lelaki itu susah payah mengumpulkan dana untuk bisa terbang ke sana. Sejeong sendiri saja juga jarang pulang karena tabungannya selalu habis kemudian setiap ia pakai pulang ke Korea.

[1] 20봄 | TWENTY SPRING✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang