23. Rindu

12 3 3
                                    

Pagi pagi sekali Dinda sudah berada di kampus, ia memang sengaja datang awal seperti ini,hingga melewatkan sarapan nya dirumah,padahal mama sudah memasak makanan favorite nya.
Datang pagi untuk apa? Ia ingin sendiri dulu. Sembari menuliskan kalimat kalimat rindu di buku pemberian Rey beberapa waktu lalu.

Ia benar benar sendiri, duduk menghadap taman belakang sekolah, sambil ditemani gemricik air dari kolam ikan. Benar benar hanya sendirian, tidak ada satu orangpun berlalu lalang disana.

Sambil tersenyum, ia menulis di buku kesayangannya itu. Kata demi kata ia rangkai, hingga menjadi sebuah barisan barisan kalimat indah

Kamu tahu,
Setelah kepergian mu
Memimpikan mu menjadi candu malamku
Meskipun aku tau,
Itu hanyalah semu
Temu yang tak benar benar bertemu

Kalimat ini muncul dari hati
Tanpa basa basi
Tanpa rencana
Semua mengalir begitu saja

Seperti rindu,
Yang semakin hari semakin menggebu.
Mengalir mengikis waktu,
Hingga nanti tiba saatnya kita bertemu,
Bersama mengistirahatkan rindu.

Dinda-mu~

"Woyyyy" Lisa datang mengagetkan Dinda tepat ketika ia selesai menulis.

"Astaghfirullah Lisaaaa!! Ganggu banget sih lo" Dinda memincingkan matanya tajam kearah Lisa yang sudah duduk di sebelahnya

Namun, Lisa malah tertawa. Seperti tak merasa bersalah sama sekali.

"Abis sendirian aja lo disini, nanti ditemenin loh"

"Iya , ditemenin setan nih disebelah gue" sahut Dinda sewot, sambil melirik Lisa yang duduk di sebelahnya.

"Gapapa, setan kayak gue nggak bakalan ada yang takut. Orang cantiknya aja diatas rata rata gini"

"Ehh, lo tumben pagi-pagi banget datangnya"

"Iyaaa, pengen cari udara seger aja gue"
Jawab Dinda sambari memasukkan kembali bukunya ke dalam totebag .

"Sambil ngegalauin bebeb Rey nih pasti, ya khaaan?" Lisa mencolek colek lengan Dinda menggodanya

"Hmmm, serah deh"

Dinda bangkit dari duduknya, "Ke kelas yuk"

Lisa mengikuti, berjalan beriringan melewati koridor kampus menuju kelasnya.

"Din, kapan kapan jalan jalan yuk. Pusing nih mikirin tugas kuliah terus"

"Ayo aja sih kalo gue, lo atur aja. Gue ngikut"

"Siap bos" Lisa berjalan mendahului Dinda lalu memberi hormat seperti kepada seorang ratu.

Dinda menggelengkan kepalanya, heran aja dengan sikap teman nya yang satu itu. Hiperaktif banget. Padahal dulu waktu awal bertemu diem diem bae, malu malu. Sekarang jadi malu maluin.


Tak banyak yang tahu kalau Lisa itu sebenarnya juga punya masalah, ia juga beberapa kali menceritakan kisah hidupnya pada Dinda. Namun ia tetap aja cengar cengir kayak nggak ada masalah di hidupnya. Bener bener sepinter itu dia menutupi semua masalah,semua kesedihannya.

Berbading terbalik dengan Dinda yang ekspresif, mana bisa Dinda menyembunyikan masalahnya. Kalaupun bisa, pasti nanti tiba tiba nangis sendiri dan mau tidak mau harus menceritakan masalahnya dengan orang orang terdekat.

Pagi ini proses pembelajaran berjalan dengan lancar, dosen menyampaikan dengan baik dan dapat diterima dengan baik.

Entah kebetulan atau tidak, dosen di FKG memang semuanya super baik,ramah dan muda muda tentunya.
Pak Yudha contohnya, dosen favoritenya Lisa. Dia selalu semangat membara luar biasa kalau pas beliau yang mengajar.

Dapat diakui wajah Pak Yudha memang tampan, postur tubuhnya yang tinggi kekar semakin membuat mahasiswi FKG salah fokus ketika dikelas.

Seperti Lisa waktu itu, saat dijelaskan materi tentang karies gigi ia malah melamun. Yaaa memandang Pak Yudha, sampai akhirnya ia ditegur

"Lisa!"

tak ada jawaban, padahal Dinda sudah mencoba menyadarkan Lisa dari lamunan nya. Namun nihil.

Pak Yudha mendekati arah meja Lisa, menggebraknya agak sedikit keras. Hingga mengagetkan Lisa yang masih asik melamun membayangkan entah apalah itu

" kenapa sayang!" Pekikan Lisa yang bisa terdengar jelas hingga seisi kelas.

Gelak tawa terdengar dari seluruh teman teman kelasnya, tak terkecuali Dinda. Lisa yang menahan malu langsung menutup wajah dengan buku pelajaran miliknya.

"Coba bisa jelaskan apa yang saya sampaikan tadi?"

Lisa hanya senyam senyum tidak jelas, mana bisa ia menjelaskan materinya. Mendengarkan apa yang disampaikan saja  tidak.

"Pulang nanti kamu ke ruangan saya, saya tunggu" Tegas,dingin, penuh penekanan.

Membuat Lisa menelan ludahnya susah payah, akan diapakan dirinya nanti. Sudah pusing memikirkan tugas, ada aja yang nambah nambahin, pikir lisa saat itu.

"I-iya pak baik"

******

Jam pembelajaran selesai, lisa sudah berada di ruangan milik Pak Yudha. Dinda dengan sabar menunggu di depan ruangan.

Ia memainkan ponsel nya, melihat lihat foto dirinya dengan Rey sewaktu SMA.
Sedikit bisa mengobati rindu. Karena sekarang ini untuk telfon saja susah. Bahkan seminggu hanya bisa satu kali, itupun cuma beberapa menit saja.
Tapi,untung saja masing masing bisa memaklumi dan saling percaya. Jadi, semuanya berjalan baik baik saja. Meskipun komunikasi terjeda.

"Ini punya lo?" seorang pria dengan proporsi tubuh dan wajah yang terlihat ideal itu berdiri di depan Dinda.

Seketika Dinda mengalihkan pandangan kearah pria itu. "Oh iya, ini punya gue"

Dinda mengambil dompet kecil dari tangan pria itu yang sepertinya jatuh ketika ia mengambil ponsel di totebagnya.

"Thanks ya"

Pria itu menganggukan kepalanya sekilas "Lain kali hati hati"

Dinda mengangguk,tersenyum.

Pria itu sudah berlalu dari tempat duduk Dinda.

"Siapa Din?" Tanya Lisa yang sudah ada di sampingnya.

"Ngga kenal, tadi ngambilin dompet gue jatoh"

Lisa ber ohh ria.

"Untung aja dia tau dompet gue jatoh, kalo nggak kan jadi gabisa jajan gue."

"Eh iya, lo gimana?"

"Gue ngga tau Din, harus seneng apa susah"

"Hahh? Gimana sih, coba cerita sama gue"  Dinda menarik tangan Lisa supaya duduk di sampingnya .

"Jangan di sini deh, nanti Pak Yudha denger"

"Hmm okey"

Lalu mereka mencari tempat enak buat ngobrol.

PROMISE AT VESPATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang