16. Sebuah Jawaban

34 11 1
                                    

"Di dalam hatiku memang ada namanya. Tapi, bukankah kata pepatah cinta hadir karena terbiasa, jadi aku berharap kamu bisa menumbuhkan rasa cinta itu di hatiku seiring berjalannya waktu"

Jihan Makaila Fakhirah

_My Future_

***

Hujan masih setia dengan derasnya membasahi bumi, memberikan hawa dingin pada tubuh. Kebanyakan orang pasti akan memilih bergelut di dalam selimut tebalnya, atau tidak menikmati rahmat Allah swt., yang berupa hujan dengan secangkir hot chocolate atau cappuccino dengan uap yang mengepul hingga aromanya mampu memberi rasa nyaman dan tenang untuk pecintanya.

Beda hal dengan Jihan, dia tengah meringkuk di atas kasurnya. Bukan karena mencari kehangatan karena hawa dingin yang menusuk tulang, tetapi ia meringkuk sembari menumpahkan segala rasanya lewat air mata. Gadis dengan nama lengkap Jihan Makaila Fakhirah ini tengah meringkuk dan menangis di atas kasur empuknya.

Ia bersyukur hari ini hujan turun begitu deras sehingga mampu menyamarkan suara isak tangisnya. Ia marah, kecewa, benci pada Arfan, harusnya Arfan tak pernah mencintainya, tapi ia sadar siapa yang mampu disalahkan? Bahkan, mungkin Arfan sendiri tak menginginkan perasaan itu hadir, tapi Allah telah menitipkan rasa itu pada Arfan untuknya.

"Dek," panggil Andin pada Jihan yang masih meringkuk di atas kasurnya. Bahunya bergetar karena menahan tangisnya.

Jihan masih terisak, bahkan ia tak merespon panggilan Andin, tak berselang lama sang kakak, Reyhan masuk bersama dengan Tama. Kedua laki-laki tersebut berjalan mendekati Jihan, Andin pun membiarkan kedua kakak beradik itu menenangkan sang bungsu.

"Han, lo jangan mewek gini dong, nanti gue beliin permen deh," ujar Tama yang langsung dihadiahi tatapan tajam dari sang kakak. Reyhan heran, bisa-bisanya Tama membuat lelucon yang garing di saat kondisi kayak gini.

"Jangan bercanda Tama!" geram Reyhan pada Tama yang hanya cengengesan sendiri sembari mengangkat tangannya dan berpose dua jari. Andin yang melihat kelakuan dua pria dewasa ini hanya menggeleng tak percaya.

"Dek, Mas tahu apa yang kamu rasain sekarang dan Mas tahu itu nggak mudah buat kamu, tapi nggak baik kamu meninggalkan tamu tanpa pamit dan tanpa menjawab perkataannya. Itu bisa menyakiti hati sang tamu tanpa kamu sadari, kembalilah, jika memang kamu masih bimbang salat Istikharah dahulu sebelum memutuskan. Mas yakin, mereka pasti mau mengerti," ujar Reyhan sembari mengusap sayang kepala sang adik.

Jihan bangun dan menatap lekat Reyhan, tak lama tubuhnya menubruk dada bidang sang kakak untuk mendapatkan ketenangan.

"Dek, temui mereka, jangan buat mereka tersinggung karena kamu pergi gitu aja sebelum memberikan jawaban," ujar Reyhan pada sang adik yang berada di dekapannya.

"Mas, apa mas tahu tentang perasaan kak Arfan?" tanya Jihan ragu, tapi tak berselang lama, air matanya kembali meluncur saat sang kakak menganggukkan kepalanya pelan.

"Sebenarnya Mas sudah lama tahu, melihat begitu perhatiannya Arfan sama kamu. Kamu ingat nggak? Ketika kamu sakit, dan mas minta dia menghubungi dokter, tapi yang dilakukannya itu justru langsung menyambar kunci mobil, ia ingin menjemput dokternya saja dari pada menghubungi dokternya. Sebab, kata Arfan jika dokternya langsung dijemput pasti akan datang dengan cepat dan segera menangani kamu. Mas juga lihat dari matanya, betapa khawatirnya Arfan sama kamu." Jihan tercengang dengan penuturan Reyhan, ia tak menyangka jika Arfan mencintainya.

My FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang