20. Sebuah Kenyataan

33 12 1
                                    

"Kenapa baru sekarang rasa itu hadir untuknya? Di saat dia sudah ada ikatan halal dengan seseorang"

Abil Dafa Muaffaq

_My Future_

***

"Kamu yakin sudah sehat?" tanya Arfan yang diangguki oleh Jihan. Arfan yang kurang yakin pun mengulurkan tangannya untuk menyentuh dahi sang istri guna memastikan bahwa suhu badannya sudah menurun.

"Kamu tenang aja, kamu pergi aja nggak papa." Jihan meyakinkan sang suami yang hendak pergi ke kampus.

"Ya sudah, aku pergi! Kalau ada apa-apa, segera telefon aku ya!" perintahnya sembari menepuk puncak kepala sang istri dengan sayang.

Arfan maju selangkah untuk menggapai wajah sang istri, dan dibungkus nya dengan kedua tangan kekar milik Arfan. Ia mengecup dahi Jihan dengan sayang.

Arfan telah berangkat menggunakan mobilnya mengingat cuaca saat ini yang sering hujan. Kini tinggal lah Jihan seorang diri di dalam apartemennya. Jihan menarik kedua ujung bibirnya saat tanpa sengaja ia melihat postingan Abil yang begitu gagah dengan jas almamater UI. Ia jadi teringat mimpinya yang tak bisa dicapai karena pernikahannya saat itu.

Jujur saja, ketika Arfan berniat membawanya ke negri ini, ada secercah rasa kecewa dalam diri Jihan. Padahal dalam hatinya terselip keinginannya yang begitu dalam untuk masuk di UI dengan jurusan sastra indonesia, karena kecintaannya di dunia sastra membuat ia ingin mendalami dunia sastra.

Ia ingin mengejar mimpinya yang tertunda, apalagi sang ayah juga tak mengizinkan putrinya itu mendalami dunia sastra. Jikalau pun Jihan tidak menikah dan memilih untuk melanjutkan kuliahnya, pasti sang ayah akan memintanya untuk mengambil jurusan ilmu tafsir atau ushuluddin di universitas islam tentunya.

Jihan menghela napas lelah, ia kembali melihat benda persegi panjang yang masih menampilkan akun instagram milik Abil, bahkan saat ia sudah menjadi milik orang lain, tanpa sadar jemarinya mencari akun milik Abil.

"Astaghfirullohal'adzim." Ia segera beristigfar saat menyadari perbuatannya itu, dengan segera ia matikan ponselnya dan menutup kedua kelopak matanya saat ia kembali merasakan debaran dalam hatinya.

"Ya Allah, maafkan Jihan." Jihan membungkus wajahnya dengan kedua telapak tangannya, suara deringan ponsel menyadarkannya. Dahinya mengernyit heran begitu mendapati nama 'Aisyah' tertera di layar ponselnya dengan panggilan masuk.

Ia segera menggeser icon berwarna hijau untuk menyambungkan panggilan tersebut.

"Assalamualaikum, Ukhti."

"Waalaikumsalam, Aisyah? Kamu apa kabar?"

"Aku baik, Han, coba tebak aku sekarang ada di mana?"

"Mana aku tahu, yang terpenting masih du Bumi kan?"

"Ya masih lah nyebelin banget sih!"

Jihan terkekeh pelan mendengar jawaban sahabatnya itu. Meski sebenarnya ada setitik rasa penasaran, hanya setitik tak lebih dari itu.

"Aku ... ada di KL lho, nggak mau nemuin sahabatmu yang cantik ini?" Ucapan Aisyah sukses membuat Jihan terkejut sekaligus senang.

My FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang