23. Sebuah Keputusan

37 11 0
                                    

"Terimakasih telah memberikan kehangatan dan serta mengajarkanku tentang sebuah ketulusan"

Jihan Makaila Fakhirah

_My Future_

***

Hari ini Jihan tengah bersantai sembari menunggu kepulangan sang suami. Diliriknya jam yang bertengger indah di pergelangan tangannya yang menunjukkan pukul 19.00, sebentar lagi pasti suaminya itu akan pulang.

Tak berselang lama, benar saja dugaan Jihan. Suara kendaraan yang dikenakan sang suami terdengar memasuki pekarangan rumahnya.

Ia bersiap untuk menyambut Arfan dengan senyum yang mengembang.

"Assalamualaikum." Jihan segera berlari untuk menyambut sang suami.

"Waalaikumsa…lam," jawabnya yang awalnya penuh semangat seketika memelan begitu pintu terbuka senyum yang tadinya merekah dengan indah kini kembali meredup saat mendapati sang suami yang datang bersama seorang perempuan cantik nan modis.

Hati Jihan berdebar tak keruan melihat pemandangan di depannya ini. Hatinya mencelos saat Arfan hanya menatapnya datar tanpa ekspresi sedikitpun.

"Mas, dia … siapa?" tanya Jihan sembari menatap gadis yang berdiri di belakang sang suami.

"Jihan, saya mau ngomong."

"Jihan?" tanya Jihan tak percaya, jika biasanya Arfan akan memanggilnya dengan "Sayang", atau "Adik" kini justru memanggilnya dengan namanya saja, dan lagi Arfan tak pernah menyebut dirinya dengan kata "Saya".

Arfan hanya terdiam sembari menatap Jihan dengan datar, sedangkan gadis di belakang Arfan tengah menunduk sembari meremas jari-jarinya sendiri.

"Saya, akan menikah lagi," tutur Arfan dengan santainya tanpa memikirkan perasaan sang istri.

Jihan terdiam membeku, seluruh sarafnya bahkan tak bisa bekerja dengan cepat. Hatinya berdenyut sakit, seolah ada ribuan tombak yang menyerang ulu hatinya.

"Ma-maksud ucapan Mas, ap-apa?" tanya Jihan terbata, sebisa mungkin ia mencegah agar air mata itu tak turun, tetapi usahanya gagal. Air mata itu semakin ditahan semakin banyak yang berkumpul di pelupuk matanya.

"Kurang jelas ucapan saya tadi?" Arfan mulai meninggikan volume suara, meski bukan membentak, tetap saja ia berbicara dengan nada yang keras pada Jihan.

"Mas, jangan bercanda!" Jihan menggeleng tak percaya, air matanya bahkan tak mau berhenti untu menetes. Tak lama, suara tawa Jihan menggema, bukan tawa bahagia melainkan tertawa hambar yang Jihan keluarkan.

"Saya serius," ucap Arfan yang kini mengubah volume suaranya menjadi rendah. Ia terlalu lemah dengan air mata yang dikeluarkan sang istri. Tapi ia tahu, keputusannya ini mampu melepas Jihan dan membantunya untuk bersama seseorang yang dicintainya juga yang mencintainya.

Tangis Jihan kini sudah tak dapat dibendung lagi, air matanya mengucur dengan derasnya hingga menimbulkan suara isakan-isakan kecil.

"Dia, Sandra. Wanita yang akan saya nikahi." Ucapan Arfan sontak membuat dua wanita itu sama-sama saling menatap tak percaya ke arah Arfan.

"Mas, sebenarnya apa yang terjadi?"

"Apa? Semuanya baik-baik saja."

"Apa, Mas yakin tidak terjadi apa pun?"

"Memangnya kenapa?"

My FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang