24. Pergi

55 12 3
                                    

"Jika mereka tak berjodoh, bolehkah aku memperjuangkannya lewat doa sepertiga malam ku?"

Abil Dafa Muaffaq

_My Future_

***

Aku pergi bukan karena mau ku, aku pergi karena itu semua keinginanmu. Inginku tetap bertahan, saling menguatkan dan menggenggam tangan, berbagi kasih dan kebahagiaan.

Jika memang kau tak inginkan hadirku, kenapa kau memintaku pada mereka dengan sebuah janji yang nyatanya kini kau ingkari. Meski hatiku belum sepenuhnya milikmu, tapi sebagian perhatian dan rasa nyamanku telah kau ambil. Kini, semua lenyap saat kau memberikan celah untuk orang lain masuk ke dalamnya.

Mas, mengapa kau setega itu ? Setelah kau berikan sebuah kenyamanan, kau kembali mengambilnya dengan paksa. Aku ingin terus berada di sisimu, tapi apalah daya, jika kau membuka hatimu untuk orang lain, aku tak bisa kembali memaksakan, lebih baik aku pergi untuk sejenak melupakan kisah yang menyakitkan.

20 Oktober,

Jihan Makaila

Jihan kembali menutup buku berwarna hijau pudar yang selalu dibawanya. Setelah menuliskan beberapa patah kata, ia kembali menatap kosong ke arah jendela dengan panorama awan.

Jihan kini tengah berada di dalam pesawat, ia sudah memutuskan untuk kembali ke Indonesia, ke rumah orang tuanya untuk singgah sebentar sebelum ia pergi untuk menyendiri sejenak, menjauh dari orang-orang yang terlibat akan masa lalunya.

Setibanya di bandara, ia kembali mengaktifkan ponselnya untuk menghubungi orang rumah agar bisa menjemputnya. Namun, sebelum itu ia membuka room chat nya dengan sang suami yang sampai kini tak membaca pesan yang ia kirimkan sebelum berangkat.

Mas Suami😇

Asaalamualaikum, Mas aku pamit. Terimakasih dan Maaf,

✔✔

Hanya centang dua abu-abu yang tak kunjung membiru, Jihan menghela napas lelah. Padahal suaminya itu aktif sekitar dua menit yang lalu.

Setelah menghubungi kedua orang tuanya, Jihan bergegas mencari tempat duduk yang nyaman untuk menunggu jemputan.

"Ning Jihan?" Sapaan seseorang menyadarkannya, ia mendongak menatap sang pemilik suara.

"Aziz!" pekiknya terkejut saat mendapati Aziz yang menatapnya dengan penuh tanda tanya.

"Bang Arfan nggak ikut, Ning?" tanya Aziz penasaran dan hanya dijawab Jihan dengan gelengan kepala.

"Ya sudah, mari Ning!"

"Jadi, kamu yang menjemputku?" Aziz tersenyum lembut sembari menganggukkan kepalanya pelan.

Jihan menghembuskan napas lelahnya, kemudian beranjak mengikuti ke mana langkah Aziz.

"Bang Arfan, apa kabar?" tanya Aziz untuk memecahkan keheningan antara mereka.

"Dia baik," lirihnya pelan. Bahkan, Aziz bisa melihat aura kesedihan yang terpancar dari kedua bola matanya.

Dalam hati ia bertanya-tanya perihal perubahan Jihan saat pertama kali yang membuatnya terkejut, wajah sayu, pipi yang mulai tirus, dan badan yang lebih kurus, serta kepulangan Jihan yang mendadak tanpa keikut sertaan kakaknya itu.

My FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang