14. Menggantungkan Rasa

38 12 1
                                    

"Aku mencintainya, bolehkah aku berharap pada Rabb ku agar kelak di jodohkan dengannya?"

Jihan Mikaila Fakhirah

_My Future_

***

Jihan tampak termenung di gazebo depan rumah, ia menatap santri-santri yang berlalu lalang  dengan sebuah kitab di pelukannya. Hatinya kini tengah dirundung sebuah dilema. Tepukan di lengannya menyadarkan Jihan dari lamunannya, ia menoleh dan mendapati Tama, kakak keduanya tengah tersenyum menatapnya.

Tama telah kembali tiga bulan yang lalu, tepatnya ketika ia mendengar sang abi sakit dan membutuhkan donor darah, sedangkan dalam keluarganya hanya Tama lah yang memiliki golongan darah yang sama dengan sang abi.

Saat itu Tama dilema, antara menjenguk abinya atau memilih mengedepankan egonya. Hingga ketika ia nongkrong dengan teman-temannya, sang kakak Reyhan beserta adiknya Jihan, menghampiri Tama yang tengah merokok. Dalam hati ia bertanya-tanya, tumben sekali adik juga kakaknya ini datang untuk mencarinya.

Melihat mereka yang mulai mendekat, Tama mulai beranjak untuk pergi dari pada berurusan dengan orang rumah. Tetapi suara jeritan Jihan mampu menghentikan langkahnya.

"Kak Tama!"

Tama hanya diam tanpa menoleh, membiarkan Jihan berlarian mengejarnya hingga ia mendengar suara yang memekakkan telinga. Ia membeku di tempat, menoleh dengan ragu-ragu, apalagi mendengar sang kakak memanggil nama Jihan dengan keras. Ia mengusir segala pemikiran negatif dalam hatinya, tanpa di minta air mata miliknya meluruh begitu saja ketika ia mendapati tubuh sang adik yang tergeletak di pinggir jalan dengan kepala yang berada di pangkuan sang kakak.

Hatinya tiba-tiba sesak melihat pemandangan itu, Jihan. Adiknya tertabrak motor ketika mengejarnya, seketika rasa bersalah menyeruak dalam hatinya. Rasa takut, marah, sesal beradu menjadi satu dan siap beradu di dalam batinnya.

Ia segera berlari menuju pusat keramaian dan mendapati Jihan terkapar dengan darah di pelipisnya. Ketika tubuh Jihan di angkat ke dalam mobil Reyhan, Tama berlari ke arah motornya dan mengikuti mobil sang kakak.

Yang lebih mengejutkan lagi, ketika sampai di rumah sakit, ia mendapati sang umi tengah menangis terisak di dalam dekapan seorang wanita yang ia yakini adalah kakak iparnya. Dengan ragu Tama melangkah ke hadapan sang umi, Salma yang melihat itu pun langsung menangis menubruk dada bidang Tama, membuat Tama merasakan sakit yang luar biasa pada ulu hatinya.

"Nak, kamu datang," lirih Salma di sela-sela tangisnya.

"Umi kenapa ada di sini?" tanya Tama dengan ketar-ketir.

"Bukankah kamu kesini untuk abi? Bukankah adik juga kakakmu yang membawamu kesini? Lalu kemana mereka?" tanya Salma bertubi-tubi hingga membuat Tama membeku, nafasnya tersengal, rasa bersalah menyergap hatinya.

"Apa yang sebenarnya terjadi Umi? Tadi Jihan dan mas Rey mendatangi Tama, tapi … Jihan kecelakaan Mi, makanya Tama ke sini," tutur Tama dengan lirih, dan saat itu juga sang ibu luruh tak sadarkan diri membuatnya begitu panik. Untung saja ada gadis bernama Andin yang berstatus kakak iparnya juga dokter di rumah sakit ini.

Setelah uminya mendapat penanganan khusus, Tama berjalan lunglai menuju ruang rawat sang abi untuk melihat kondisinya, dan di sana sudah ada Reyhan juga sang istri.

My FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang