Happy reading ❤️
Alena menguap lebar, ini sangat membosankan baginya. Para guru sibuk dengan perlombaan Adiwiyata yang mengharuskan mereka untuk meninggalkan kelas. Ia menidurkan kepalanya di meja, binggung harus melakukan apa. Biasanya jika jamkos begini ia asik dengan novelnya, tetapi karena kecerobohannya, ia lupa membawanya ke sekolah alhasil ia menjadi bosan sendiri.
Para perempuan sibuk dengan obrolannya masing masing, dengan teman sebangkunya. Ada yang memutar kursi dan bercerita ria. Ia mendegus, lagi lagi ia harus berada disituasi paling tidak menyenangkan baginnya. Bahkan sedari tadi ia mendengar suara tertawa terbahak-bahak dari meja belakangnya. Siapa lagi kalau bukan Nana-teman palsunya.
"Len, ada rautan?" tanya Ana—murid paling pintar di kelas
Alena tersenyum tipis. "Ada kok bentar,"
"Oke!"
"Nih," ucap Alena menyodorkan rautan miliknya
"Gue pinjam dulu ya," izinnya
"Iya." balas Alena singkat
Ana namanya, perempuan manis dengan gigi gingsulnya. Ia siswa terpintar dikelas ini, bahkan ia selalu masuk lima besar separarel jurusan bahasa. Dia sangat berambisi untuk menjadi terbaik dari yang terbaik. Sering dikatakan egois karena selalu mementingkan dirinya sendiri. Ia berteman dengan siapa saja, tidak pilih pilih.
Alena menepuk jidatnya pelan, kenapa dari tadi ia tidak ke taman belakang saja? Walaupun sendiri, bisa dipastikan dirinya merasa nyaman. Tapi ia kembali berpikir jika nanti gurunya datang dan menanyakan keberadaannya bisa gawat.
"Heh, mau kemana?" Riski menghadang saat Alena ingin pergi
"Toilet," bohong Alena ia tidak mau membongkar rahasianya
"Uwuu, ngapain nih, kok gak ajak ajak!" ledeknya mencoba menggoda
"Apaan sih!" seru Alena dan bergegas pergi, tapi tangannya dicekal kuat oleh Riski
"Eits," ucapnya mencegah
"Kita main main dulu sayang," ledeknya menggoda, Alena menahan napasnya
"Awas!!" Alena mencoba pergi tapi selalu ditahan olehnya
Alena ditarik oleh Riski ke depan kelas, seolah itu tontonan yang menarik. Alena sekarang merasa takut.
Laki laki itu mencoba untuk menyentuh pipi Alena, namun segera ia tepis. Bahkan teman temannya menertawakannya, ia sekarang merasa tidak punya harga diri.
Rambut pirangnya ditarik kuat oleh Riski, membuatnya mengaduh. Ini rasanya lebih sakit dari kemarin waktu ia ditawan oleh anak sebelah. Ia tidak boleh menangis! Ia berusaha untuk memendam rasa sesak didadanya. Ia tidak mau terlihat lemah dihadapan mereka, ia hanya mampu menunduk tanpa mau melawan. Dan yang paling ia benci adalah ketika teman temannya hanya diam menonton, tidak ada yang berniat menolongnya.
"Aduh Ris, pacarmu menahan tangis. Coba deh, Lo cium pasti mau," suruh Mauren sinis. Tubuh Alena bergetar mendengarnya.
Semua berteriak heboh, sedangkan Alena menahan napas, sulit dipercaya tentu saja dirinya tidak mau. Ia terkejut saat Riski mulai merangkul pinggangnya.
Plak..
Dengan segala tenaga yang ada ditubuhnya, ia menampar kuat pipi Riski, ia sudah naik pitam. Teman temannya memang kurang ajar! Tanpa sepatah katapun ia pergi meninggalkan kelas.
Alena tak kuasa menahan air matanya ia mengeluarkannya begitu saja, untung koridor sangat sepi jadi ia tidak perlu merasa malu karena kondisinya yang berantakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Repui (SELESAI)☑️
Fiksi Remaja||Follow dulu yuk, biar makin akrab sama aku|| DON'T COPY MY STORY!!! Bagi Alena tidak ada yang bisa membuatnya tersenyum hingga tertawa lepas. hidupnya begitu rumit tidak ada yang mungkin untuk dipertahankan, bahkan Alena sendiri tidak pernah menge...