9. Sepasang Yang Berbeda

767 120 22
                                    

Happy reading ❤️

Pagi ini Alena berencana pergi ke taman kota untuk bersepeda juga menghirup udara segar. Mumpung hari ini weekend.
Ia menepikan sepedanya, baru setengah jam saja dirinya merasa sangat capek dan kelihatan sekali bahwa ia kelelahan, terbukti dari deru napasnya yang memburu.

Seperti biasanya, setiap bersepeda Alena selalu memesan bubur ayam kesukaannya dengan teh anget sebagai minumannya. Sambil menunggu pesanannya datang ia mengedarkan pandangannya taman ini lebih sepi dari biasannya, tumben sekali biasannya saat weekend begini akan ramai dengan para pesepeda.

“Permisi mbak,”

“Ya Bu, terimakasih.” ucap Alena pada pedagang bubur ayam

Ia mencium aroma harum dari bubur, seperti biasa ia memotretnya terlebih dahulu bukan karena apa apa. Alena begitu menyukainya. Ia memasukan foto itu ke snapgram dengan caption 'wekeend'

“Pagi kak!” sapa seorang anak kecil sebut saja namanya Vivi, anak itu setiap harinya bekerja sebagai penjual tissue keliling di taman ini. Dia tidak bersekolah seperti pada anak anak seumurannya, orangtuanya tidak punya biaya untuk menyekolahkanya, alhasil ia putus sekolah, ia baru lulus kelas 4 SD. Sungguh malang nasibnya.

“Hai cantik,” sapa Alena mengelus rambut coklat miliknya

“Wah enak kayanya!” ucap Vivi dengan mata berbinar, memandang bubur milik Alena.

Alena tersenyum tipis. “Mau, kakak pesan, 'kan?”

Vivi menggeleng cepat. “Enggak usah kak. Tadi udah makan kok,”

Alena melipat kedua tangan ke dadanya. Ia tahu Vivi berbohong, seperti biasa ia selalu berbohong jika ditanya tentang makanan. Mengerti itu, Alena segera memesankan bubur lagi.

“Nih kamu makan, kakak pesen lagi,” suruh Alena

“Wah, terimakasih banyak, kak!” seru Vivi dengan senyum mengembang

Alena tersenyum melihat Vivi memakan bubur dengan lahap, jika teringat dengan Vivi ia akan senantiasa bersyukur dengan kehidupannya sekarang. Kadang jika melihat Vivi, ia merasa sedih karena masa kecilnya tidak dipenuhi warna. Hanya penuh dengan pikiran 'hari ini harus habis'

“Bawa berapa kardus tissue, nya?” tanya Alena

“Cuma satu box aja kak,” ucap Vivi dengan mulut mengembung dipenuhi bubur

Alena terkekeh kecil. “habisin dulu makannya,”

“Siap kak!” serunya senang

Alena mengambil box yang berisi tissue, terdapat 26 tissue itu sangat banyak. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana Vivi bisa melakukan pekerjaan seperti ini memang tidak berat tapi cukup melelahkan karena harus berjalan menawarkan tissuenya di lampu merah yang cukup ramai dan bahaya bagi anak sekecil Vivi.

Alena mengelus rambut cokelat milik Vivi, sedikit kaku. Mungkin dia belum sempat mencucinya. Alena menagkup helaian rambut milik Vivi lalu menyatukannya dengan cara diikat kuda, agar sedikit rapih tidak terlalu kusut.

Vivi bersedawa kecil. “Alhamdulilah!” serunya saat bubur yang ia santap sudah habis tak tersisa.

“Makasih kak, Alenaaa!”

Alena berdecak kecil. “Makasih Mulu, ih!”

Vivi menampilkan deretan giginya.  “Ehe.”

“Kerja yuk! Kakak bantuin,” ucap Alena semangat. Bahkan dia sudah memakai topi agar tidak kepanasan.

“Yeay!!!” serunya kesenangan

Kini mereka berdua berada di pinggir trotoar, menunggu lampu merah menyala. Alena menenteng sebagian tissue, sedangkan Vivi membawa box yang berisi setengah. Pagi ini memang cukup terik, untungnya tadi Alena memakai topi selain agar tidak kepanasan, ia juga tidak mau identitas dirinya terbongkar.

Repui (SELESAI)☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang