Prolog

48K 815 12
                                    

Rintik air hujan turun menghujam tanah merah pemakaman, membuat orang-orang yang tengah berdiri mengerumuni satu gundukan tanah itu basah karenanya. Beberapa dari mereka memegang payung hitam di tangannya, sedangkan beberapa orang yang lain sibuk menangisi kepergian orang yang mereka sayangi itu.

Di sisi kanan nisan, seorang pria berusia 25 tahun sedang berdiri sambil menatap gundukan tanah dihadapannya dengan tatapan sendu, sedang menyayangkan kepergian Istri yang baru dinikahinya dua bulan yang lalu itu.

Perlahan, satu-persatu orang mulai meninggalkan area pemakaman setelah menepuk pelan pundak pria itu dengan pelan seolah menguatkan. Hingga tersisa tiga orang di sana, pria itu, seorang pria lain berusia kisaran akhir 30-an yang tengah memegang payung, dan seorang gadis remaja yang berdiri di bawah payung yang dipegang sang Ayah.

Pria muda itu berbalik hendak meninggalkan pemakaman, namun terhenti saat netranya yang hitam pekat itu menangkap sosok kakak laki-lakinya dan keponakannya masih berdiri di sana. Ia berjalan menghampiri sosok sang Kakak dan memeluknya erat.

"Abang pernah di posisi kamu, ikhlasin, Fal, ikhlas," ujar sang Kakak pada Adiknya.

Pria yang dipanggil Fal itu mengangguk di pundak sang Kakak, kemudian melepas pelukan mereka.

"Om Fal..."

Pandangan Pria muda bernama Naufal Dewantara itu beralih pada sosok gadis remaja yang berdiri di samping kakaknya, sosok gadis pendek dengan tubuh berisi dan ramput dikuncir kuda yang merupakan keponakan Naufal satu-satunya.

"Mayang..." dan detik itu juga Naufal memeluk keponakannya dengan sangat erat, meletakkan dagunya di atas kepala Mayang dan mengecup kecil puncak kepala gadis itu.

Mayang membalas pelukan pamannya dengan melingkarkan kedua tangannya pada pinggang sang paman, "Om Fal gak sendirian, ada aku dan Ayah."

Senyuman tipis muncul di bibir Naufal, "terima kasih." Kemudian pelukan mereka pun terlepas.

"Sudah? Sebaiknya kita pulang, ini sudah sore," ucap Ayah Mayang sambil melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.

Setelah mendengar itu, mereka pun memutuskan untuk pergi menuju parkiran dan meninggalkan pemakaman itu dengan mengendarai mobil Ayah Mayang.

***

"Kamu rencana mau tinggal di mana, Fal?" Suara Bima, Ayah Mayang memecah keheningan di dalam mobil.

Naufal menggeleng pelan, "belum tau, Bang, mungkin nyewa apartemen? Buat tinggal sendiri kan ini, jadi gak perlu beli rumah."

Sejak pernikahan Naufal dengan Diva, istrinya, mereka memang memilih untuk tinggal di rumah Diva karena permintaan dari orang tua mendiang Istri Naufal itu. Namun karena sekarang istrinya sudah tiada, tak mungkin jika ia tetap tinggal bersama sang mertua kan? Maka dari itu Naufal memutuskan untuk mencari apartemen sebagai tempat ia tinggal nanti.

"Di Rumah Abang aja, jangan sewa apartemen. Abang kan jarang di rumah, itung-itung kamu temenin Mayang di rumah biar kalian gak kesepian."

Mayang dan Ayahnya memang sebelumnya hanya tinggal berdua, pasalnya Ibu Mayang memang sudah meninggal dunia sejak Mayang berusia 6 tahun, dan Bima tidak berniat mencari pengganti Ibu bagi Mayang karena ia terlalu mencintai mendiang Ibu Mayang.

"Boleh, Bang? Mayang emang gak masalah?" Tanya Naufal pada Bima yang saat ini duduk di kursi pengemudi sambil melirik Mayang yang duduk di belakang melalui kaca spion yang ada di tengah.

"Mayang, kamu keberatan gak kalo Om Naufal tinggal sama kita di rumah?"

Mayang yang tadinya sibuk menatap jalan melalui kaca mobil itu menoleh pada sang Ayah, ia menggeleng, "gak kok, Mayang gak keberatan."

Naufal tersenyum kecil mendengar itu, kemudian ia melirik Bima yang sedang memutar arah mobil.

"Kita ke rumah mertua kamu buat ambil barang-barang, sekalian pamitan." Setelah itu mobil kembali diterpa keheningan sepanjang jalan.

Uncle And Love [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang