prolog.

336 27 6
                                    

Ini hanya kisah klise tentang bagaimana aku bertemu terang. Gelap dalam ego yang perlahan sirna oleh cahayamu yang temaram.

Waktu itu, waktu semuanya terasa remang. Waktu di mana aku kehilangan peta dalam menapaki masa labil sebagai remaja, masa pencarian jati diri menuju pendewasaan. Kamu datang, sekelebat bayangan dari tujuan sederhana yang pada akhirnya membawaku ke cahaya terang di luar sana. Membuatku tahu bahwa hidup bukan tentang menjadi menang, tapi tentang sabar di setiap cobaan.

Kamu, gadis biasa yang aku lihat pada saat hendak menghilang. Menarik secara ajaib hingga perlahan mengajakku keluar dari zona nyaman.

Aku terus berjalan, mengejarmu di sebuah titik terang yang memaksaku untuk sadar. Jika, kamu terlalu terang untuk bisa aku genggam, terlalu lebih untuk melengkapi seluruh ruang kosong dalam iman.

"Tidak ada rezeki yang tertukar, setiap makhluk diciptakan berpasangan, dan kematian adalah hal paling dekat pada setiap insan." Satu pemahaman yang aku dapat, satu pemahaman yang berhasil memperbaiki ikatan keluarga---jika meski sakit dan terluka, jodoh akan tetap bersama sampai maut yang berbicara---menjaga hati agar tak terlalu kecewa, dan menyadarkanku pada sebuah fakta luar biasa tentang arti sabar yang sesungguhnya.

Aku, Rayhan Abimana, tokoh utama yang akan mencari jalan menuju sebuah titik terang.

Bismillah.

Buku bersampul biru itu ditutup empunya. Halaman pertama yang selesai ditulis menandakan jika seluruh lembar kosong di dalamnya akan penuh diisi goresan kata. Cowok jangkung yang masih duduk di kursi belajar dengan cahaya lampu temaram itu menghela napas. Menolehkan kepala ke arah ranjang kosong miliknya, lalu beralih pada dua manusia yang sedang tertidur di dua ranjang lain yang berbeda.

Lantas HP di kantong celana training hitam dikeluarkan. Cowok itu menipiskan bibir sambil mengetik sebuah pesan.

Ayah
Yah?

Tbc ...

Titik Terang (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang