3. Kesialan Jono

205 188 84
                                    

Di pagi hari yang cerah ini Luna mengendarai motornya menuju sekolah. Udara pagi yang masih belum terlalu tercemari oleh polusi ini membuatnya tenang. Sekarang waktu masih menujukkan pukul enam lebih, jadi masih belum terlalu banyak kendaraan yang melintas.

Luna sampai di sekolah sekitar pukul setengah tujuh. Sekolah masih belum terlalu ramai. Begitu turun dari motornya dan meletakkan helmnya, Luna melihat Sarah yang sedang berjalan seorang diri di koridor.

"SARAH." Panggilnya membuat Sarah menengok.

Luna mengembangkan senyumnya dan melangkah menuju Sarah. Luna semakin melebarkan senyumannya begitu sudah sampai didepan Sarah. Tak lupa ia melambaikan tangannya.

"Hai Sarah." Luna kembali menyapa dengan nada cerianya.

"Hai Lun."

"Yuk ke kelas." Ajak Luna dengan menggandeng tangan Sarah yang sontak membuat Sarah terkejut akibat perlakuan Luna yang tiba-tiba.

Ketika sampai di kelas, Luna langsung menuju tempat duduknya dan menaruh tasnya kemudian ia berjalan menuju belakang kelas untuk mengambil sapu karena hari ini memang tugasnya melaksanakan jadwal piket.

"Jono! Sialan lo asal masuk aja. Lo nggak liat gue lagi nyapu?! Lo pikir sepatu lo bersih apa?!"

Jono yang tadi langsung menyelonong masuk sontak langsung mendapat teriakan maut dari seorang Luna.

"Eh maap mak, gue nggak liat sumpah. Maapin yak?"

"Gue maafin, asal lo sekarang pergi ke tempat duduk lo, taroh tas, terus lo ambil sapu di belakang, abis itu lo bersihin di sebelah sana noh. Tadi gue belum nyapu disitu."

"What?! Maksudnya, seorang Joshua yang gantengnya kebangetan gini disuruh nyapu?! Ntar kalo tangan gue lecet, muka gue kusam gimana?" Ujar Jono dengan alaynya.

"Nggak usah alay. Lagian sekarang juga jadwalnya lo piket."

"Tapi..."

"Nggak ada tapi-tapian, kerjain sekarang juga!"

"Oke Jono, nggak papa. Itung-itung belajar jadi menantu idaman." Gumamnya seraya berjalan menuju tempat duduknya.

Setelah menaruh tasnya, Jono berjalan menuju tempat sapu. Sejenak, ia terdiam memperhatikan sapu di depannya. Ia mengangkat sapunya satu persatu untuk melihat sapu mana yang bagus. Begitu menemukannya, ia memutar sapu layaknya seorang mayoret handal.

"Nggak usah banyak gaya lo." Ujar Naufal yang baru saja masuk kedalam kelas.

"Apa sih pak? Sirik amat lo."

"Sirik palelu. Ntar kalo tuh sapu putus, lo disuruh ganti lagi, emang mau?"

"Ya kagak pak. Bisa-bisa gue bangkrut ganti rugi sapu terus."

"Mending sekarang lo mulai nyapu dah. Nih, kotor nih." Naufal dengan sengaja menghentak-hentakkan kakinya menyebabkan tanah yang ada di sepatunya mengotori lantai. Sontak saja hal itu langsung membuat Jono geram.

"Pak."

"Diem, nggak usah banyak bacot. Cepetan kerjain sebelum Luna ngamuk."

"Bener juga. Ntar yang ada tanduknya keluar."

Jono mulai menyapu lantai, tapi kegiatannya terhenti sejenak ketika mendengar teriakan Naufal yang membawa namanya.

"Luna, kata Jono, lo kalo marah tanduknya keluar!"

"Heh! Kagak kagak! Gue nggak bilang gitu. Si bapak ngadi-ngadi tuh mak. Gue dari tadi nyapu. Nih, liat nih. Bersih kan?" Jono dengan segera menunjukkan lantai yang baru saja disapunya.

(Not) PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang