Happy Reading
Tak lama setelah obrolan keduanya tadi, kawan-kawan mereka datang dengan beberapa bungkus plastik di tangan mereka.
Naufal dan Luna dapat melihat aura permusuhan yang dipancarkan oleh Mira serta Jono. Mereka sudah tidak heran, karena memang Jono dan Mira tidak pernah akur. Jika pun mereka akur, itu hanya bertahan selama beberapa menit saja, setelah itu, kembali seperti biasa.
"Bertengkar lagi Ann?" Tanya Luna yang diangguki oleh Anna. "Kali ini kenapa lagi?"
"Rebutan tempat duduk tadi. Emang nggak punya malu mereka tuh. Bunuh boleh nggak si?"
"Lo bunuh si Mira aja Ann, gue ikhlas lahir batin." Ujar Jono sambil menunjuk wajah Mira yang berdiri di sampingnya.
"Yakin lo ikhlas Jon? Ntar lo malah nangis tujuh hari tujuh malem." Ujar Syarif. Cowok itu duduk di kursi yang ada di sana, sebelah alisnya ia naik turunkan berniat menggoda Jono.
"Yakin lah. Mak lampir kayak dia mana pantes ditangisin." Ujar Jono dengan lugasnya. Matanya menatap Mira seolah Mira adalah makhluk yang harus dijauhinya.
"Heh Pig, enak aja lu kalau ngomong. Gue santet tau rasa lo." Dengan sengaja, Mira menginjak kaki Jono cukup kuat, membuat cowok itu meringis kesakitan.
"Aws, anjir sakit bego. Sepatu lo ada besinya apa gimana si? Keras bener. Gue injek juga mampus lo."
"Mau bales dendam lo? Sini, gue nggak takut, gue tonjok sekalian muka lo biar ancur." Mira mengepalkan kedua telapak tangannya dan ia acungkan ke udara seolah akan menonjok cowok di depannya itu.
"Mau gelud sama gue? Ayo, jangan nangis tapi, nanti lo malah nangis terus ngadu ke nyokap lo 'Mama, tadi aku ditonjok sama Jono, sakit Ma' terus nanti yang ada nyokap lo nyamperin gue lagi." Ejek Jono dengan nada menye-menye membuat Mira semakin geram saja.
"Mana ada. Itu mah lo kali, gue mana pernah ngadu ke ortu gue. Kalau mau gelud ya ayo gelud aja, nggak usah kebanyakan cincong."
"Mira, Jono, udah ah. Jangan ribut mulu." Lerai Luna.
"Dia dulu tuh Mak, yang mulai. Kerjaannya tiap hari bikin gue emosi mulu." Ujar Mira kesal. Telapak tangan yang tadinya mengepal kini berganti dengan telunjuk yang menunjuk tepat di wajah Jono.
"Lo yang tiap hari bikin gue darah tinggi."
"Udah, udah. Kalian nggak malu, kalau orang-orang pada liat kalian berantem? Kita tuh udah dari kelas X bareng, udah kayak keluarga. Kalian juga udah dewasa, bukan anak kecil lagi, nggak pantes berantem gitu terus. Sekali-kali coba, kalian akur, nggak ada saling lempar umpatan, seharii aja."
Keduanya kini terdiam setelah mendengar teguran dari Luna. Dalam hati masing-masing, mereka masih saling melontarkan berbagai umpatan.
"Iyaa Mak, maap. Nanti kita coba deh, buat akur. Tapi nggak tau nanti kalau si Mira bikin gue kesel."
"Kok gue sih? Kan elo yang suka bikin gue kesel. Liat muka lo aja gue keselnya bukan main."
"Tuh kan, baru dibilangin aja udah mulai ribut lagi. Bawa ke KUA aja udah."
"Nih Mak, Pak, pesanannya. Yang karetnya merah pedes, yang ijo sedeng."
"Thanks Ann." Ujar keduanya bersamaan.
Luna membuka kantong kresek dan mengambil satu bungkus nasi goreng dengan karet berwarna merah dan menyerahkannya pada Naufal. Sementara satunya lagi ia buka dan mulai melahapnya dengan perlahan.
"Istirahat tinggal lima menit lagi, lo mau di sini aja apa mau balik ke kelas Mak?" Tanya Syarif.
"Ke kelas aja deh, gue udah ngerasa enakan."
KAMU SEDANG MEMBACA
(Not) Perfect
Teen FictionTidak akan ada akibat jika tidak ada sebab. Tidak akan ada asap jika tidak ada api. *** Luna Odelia Yasmin. Gadis yang selalu terlihat sempurna di mata semua orang. Sikapnya yang ramah, baik, membuat banyak orang menatapnya kagum sekaligus iri. Tet...