1. Uang Kas

265 209 180
                                    

"ASSALAMUALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH."

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Jon, lu kalo salam jangan teriak napa?" Ujar Mira dengan kesal. Bagaimana tidak kesal? Pagi-pagi begini Jono sudah berteriak mengganggu ketenangan warga kelas.

"Ya, abis gue lagi bahagia." Ujarnya dengan senyuman yang tak luntur dari wajahnya.

"Tumben amat lo bahagia? Biasanya kan idup lo suram."

"Enak aja lo, suram, suram. Idup gue tuh dipenuhi dengan kebahagiaan yang berlimpah. Bahkan saking berlimpahnya sampe meluber. Kalo lo mau, ntar gue bagi."

"Berbagi kebahagiaan sama lo? Ewhh ogah bangeet." Mira memperagakan gerakan seperti ingin memuntahkan sesuatu.

"Woi lo berdua!"

Sontak mereka menoleh ke arah si pemanggil. Rupanya Luna. Ia tengah berdiri dengan berkacak pinggang di pintu sambil memandangi mereka berdua.

"Kenapa mak?" Tanya mereka berdua serentak.

"Nikah sono! Daripada ribut mulu! Bikin orang darting tau nggak?!"

"WHAT?! NIKAH SAMA DIA?" Ujar mereka berdua bersamaan.

"Yang ada gue mati muda idup sama dia." Ujar Mira.

"Woi! Lagian sapa juga yang mau sama lo! Orang gue udah punya calon juga."

"Oh, bagus kalo gitu. Gue doain semoga cewek lo bisa betah pacaran sama orang kayak lo."

Luna yang sudah jengah melihat perdebatan keduanya akhirnya memilih untuk berlalu meninggalkan mereka yang masih asik berdebat. Rasanya ia sangat ingin menikahkan mereka berdua sekarang juga.

"Rere, lo kemarin udah narikin duit kas belum?"

Luna berdiri tepat di depan Rere yang sedang duduk sembari membaca buku novel miliknya.

"Oh, udah mak. Tapi banyak yang belum bayar. Pada banyak alasan."

"Ya udah, mana sini bukunya. Biar gue yang narikin."

"Nih mak." Rere memberikan buku catatan kasnya pada Luna. Sejenak ia tersenyum karena sebentar lagi dapat dipastikan jika suasana kelas akan ramai dipenuhi dengan teriakan Luna yang memarahi anak-anak kelas yang belum membayar uang kas.

"Rasain lo pada." Gumamnya dengan sangat pelan, sehingga dapat dipastikan jika Luna tidak akan mendengarnya.

Luna terlihat mulai membuka buku kas, ia terlihat sedang membaca daftar nama siswa-siswi yang belum membayar uang kas.

Rere pun ikut menagihi, karena memang sebenarnya ini adalah tugasnya.

"Ahmad, AHMAD! SINI LO, BAYAR DUIT KAS!"

Dengan segera Ahmad langsung berdiri dari bangkunya dan menghampiri Luna yang sedang menatap tajam ke arahnya.

"Mak, natapnya biasa aja dong. Tenang aja, gue bayar kok. Berapa mak?"

Luna kembali menundukkan kepalanya melihat buku. "Lo nunggak dua kali. Minggu ini sama minggu kemarin, jadi lo bayar sepuluh ribu."

"Ya udah, nih gue bayar limabelas ribu. Sekalian buat minggu depan. Kebetulan gue habis dapet rejeki nomplok dari babeh gue."

Senyum Luna seketika mengembang. Ia mengacungkan jempolnya ke arah Ahmad.

"Nah, gitu dong. Kalo gini kan gue nggak perlu koar-koar. Dah, lo boleh duduk."

Luna berjalan ke arah belakang, dimana terdapat beberapa lelaki yang sedang asik bermain game dengan mulut yang sesekali mengumpat.

"WOI!"

(Not) PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang